Minggu, 10 November 2013

Sejarah Kalimantan dari zaman Prasejarah Bag. 2



6.        Zaman Pengaruh Awal VOC
          1595 : Mustainbillah menjadi Sultan Banjar IV sampai tahun 1638.
          1596 : Pedagang Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten.
          1598 : Abdul Jalilul Akbar menjadi Sultan Brunei X sampai tahun 1659.
          1599 : Sultan Brunei mengadakan perhubungan dengan Spanyol di Manila.
          1600 : Anam Jaya Kesuma menjadi penguasa Kerajaan Landak.
          1600 : Oliver van Noord, pedagang Belanda datang ke Brunei.
          1600 : Abang Pencin alias Pangeran Agung yang memerintah tahun 1600 - 1643 adalah Raja Sintang yang pertama memmeluk Islam.
          1604 : Kerajaan Matan/Sukadana mengikat perjanjian dengan Belanda (VOC) yang menimbulkan kemarahan Raja Mataram.
          14 Februari 1606 : Ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, Karena perangainya yang buruk nahkoda ini terbunuh dalam suatu kericuhan
          1607 : Raja Aji Mas Anom Indra menjadi Raja Pasir sampai tahun 1644.
          1607 : 17 Juli 1607 Ekspedisi VOC dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, semua ABK dibunuh sebagai pembalasan atas perampasan kapal jung Banjar di Banten tahun 1596.
          1 Oktober 1609 : VOC melakukan pakta kerja sama dengan Ratu Sapudak dari Kerajaan Sambas.
          1610 : Aji Dilanggar menjadi Sultan Kutai VII sampai tahun 1635.
          1610 : Raja Kudung memerintah Kerajaan Landak yang berpusat di Pekana, Karangan.
          1612 : Kompeni Belanda menembak hancur Banjar Lama ibukota Kesultanan Banjar, sehingga ibukotanya dipindahkan ke Martapura. Kongsi Perdagangan Inggris yang diketuai oleh Sir Hendry Middleton datang ke Brunei.
          1613 : Amiril Pengiran Singa Laoet menjabat Raja Tidung sampai tahun 1650.
          1615 : Pangeran Dipati Anta-Kasuma mendirikan Kerajaan Kotawaringin, pecahan wilayah Kesultanan Banjar paling barat yang berbatasan dengan Kesultanan Sukadana-Matan.
          1622 : Giri Mustika (Raden Saradewa) menantu Pangeran Dipati Anta-Kasuma dinobatkan menjadi sultan Sukadana-Matan dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin (1622-1659). Kesultanan Mataram mengirim Tumenggung Bahurekso, Bupati Kendal menyerang Kesultanan Sukadana-Matan, serangan ini mengkhawatirkan kerajaan-kerajaan Kalimantan akan serangan Mataram.
          1625 : Muhammad Ali menjadi Sultan Brunei XII sampai 1660.
          1626 : Produksi lada Banjar sangat meningkat, sehingga VOC berusaha untuk memperoleh monopoli lada, dan berusaha menghilangkan kejadian tahun 1612 yaitu penyerbuan Belanda terhadap kesultanan Banjar. Belanda juga meminta maaf atas perbuatannya merampok kapal kesultanan Banjar dalam pelayaran perdagangan ke Brunei 4 Juli 1626. Perdagangan kesultanan Banjar diarahkan ke Cochin Cina (Veitnam) tidak ke Batavia.
          1634: VOC mengirim 6 kapal dagang ke Banjarmasin dipimpin Gijsbert van Londensteijn, kemudian ditambah beberapa kapal di bawah pimpinan Antonie Scop dan Steven Barentsz.[5]
          1635 : 17 Juni 1635 Kapal Pearl Inggris tiba di Banjarmasin, Tewseling dan Gregory.
          1635 : 4 September 1635 Sultan Banjar diwakili oleh Syahbandar Ratna Diraja Goja Babouw mengadakan kontrak dagang pertama di Betawi dengan Kompeni Belanda yang wakili oleh : Hendrik Brouwer, Antonio van Diemen, Jan van der Burgh, Steven Barentszoon. VOC juga membantu Banjar untuk menaklukan bagian timur Kalimantan (Pasir).      
          1635 : Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa ing Martapura menjadi Sultan Kutai VIII sampai tahubbn 1650. Raja ini menaklukan Kerajaan Kutai Martadipura.
          1636 : Kesultanan Banjar mengklaim daerah sepanjang Kerajaan Sambas sampai Kesultanan Berau serta Karasikan sebagai wilayahnya karena saat itu Banjarmasin sudah memiliki kemampuan militer untuk menghadapi serangan dari Mataram.
          1636: Pertama kali Belanda mulai berdiam di Banjarmasin ketika VOC mendirikan kantor dagang di Banjarmasin di bawah pimpinan Wollenbrant Gelijnsen.
          1638 : Inayatullah menjadi Sultan Banjar V sampai tahun 1645. Kesultanan Sukadana-Matan dan bawahannya Kerajaan Mempawah mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar. Raja Muhammad Zainudin dari Kesultanan Matan memindahkan ibukota kerajaan dari sungai Matan ke negeri Indra Laya yang disebut Kerajaan Indra Laya.
          1638 : Contract Craemer menolak permintaan Sultan Banjar untuk mengirimkan lada ke Makassar, pecahlah perang anti VOC sebanyak 108 orang Belanda, 21 orang Jepang dibunuh, dan loji VOC dibakar serta penghancuran terhadap kapal-kapal VOC di Banjarmasin.
          1640 : Gubernur Jenderal VOC Antonio van Diemen memerintahkan agar permusuhan dengan Kesultanan Banjar dihentikan dan hanya menuntut 50.000 real sebagai ganti rugi kejadian tahun 1638.
          1641 : Upeti yang terakhir dari Kesultanan Banjar dikirim ke Kesultanan Mataram, pengiriman upeti sempat terhenti sejak meninggalnya Sultan Demak terakhir.[5]
          1644 : Raja Aji Anom Singa Maulana menjadi Raja Pasir sampai tahun 1667.
          1645 : Saidullah menjadi Sultan Banjar VI sampai tahun 1660.
          1650 : Aji Pangeran Dipati Agung ing Martapura menjadi Sultan Kutai IX sampai tahun 1665. Amiril Pengiran Maharajalila I menjabat Raja Tidung sampai tahun 1695.
          1659 : Muhammad Zainuddin I (Marhum Negeri Laya) memerintah Kesultanan Sukadana-Matan (1659-1724). Abdul Jalilul Jabbar menjadi Sultan Brunei XI sampai tahun 1660.
          1660 : Rakyatullah menjadi Sultan Banjar VII sampai 1663, ia membuat perjanjian dengan VOC 18 Desember 1660. Abdul Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673.
          1661 : Abdul Hakkul Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673. Utusan kesultanan Sukadana-Matan datang di Kesultanan Banjar untuk melaporkan bahwa Sukadana kembali menjadi daerah pegaruh dari Kesultanan Banjar semenjak sebelumnya pada tahun 1638.
          1662 : Menurut Barra pada tahun 1662 hanya ada 12 jung orang Melayu, Inggris, Portugis mengangkut lada dan emas ke Makassar, sementara di Pelabuhan Banjarmasin dipenuhi lebih dari 1000 perahu layar, baik perdagangan interinsuler maupun perdagangan inter-kontinental.
          1663 : Sultan Amrullah menjadi Sultan Banjar VIII, tetapi ia kemudian dikudeta oleh Sultan Agung menjadi Sultan Banjar IX sampai tahun 1679, dengan bantuan suku Biaju dan memindahkan ibukota ke Sungai Pangeran, Banjarmasin.
          1665 : Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma ing Martapura menjadi Sultan Kutai X sampai tahun 1686.
          1667 : Panembahan Sulaiman I menjadi Raja Pasir sampai tahun 1680.
          21 Januari 1668 : Lamohang Daeng Mangkona mendirikan Kota Samarinda yang penduduknya dikenal sebagai orang Bugis Samarinda Seberang.
          1670 : Sultan Muhammad Tajuddin dari Sambas memerintah sampai tahun 1708.
          1672 : Sultan Nata Muhammad Syamsudin Sa’idul Khairiwaddien, sebagai Raja Sintang yang pertama memakai memakai gelar yang lebih tinggi Sultan, memerintah sampai tahun 1737.
          1673 : Muhyiddin menjadi Sultan Brunei XIV sampai tahun 1690.
          1675 : Muhammad Syafeiuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 16701675 - 1685.
          1680 : Amirullah Bagus Kusuma naik tahta kembali menjadi Sultan Banjar X sampai tahun 1700. Panembahan Adam I menjadi Raja Pasir sampai tahun 1705. Raja Senggauk menjadi Raja Mempawah.
          1686 : Ratu Agung, wanita pertama memimpin Kesultanan Kutai Kartanegara hingga tahun 1700.
          18 Januari 1689 : Penyebar agama Katolik, Antonio Ventimiglia tiba di Banjarmasin dari Goa, India.[6]
          25 Juni 1689 : Kapal Portugis di bawah pimpinan Kapten Cotingo memasuki daerah Pulau Petak di kabupaten Kapuas dan menjalin hubungan dengan suku Dayak Ngaju.
          1690 : Nassaruddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1705.
          1695 : Amiril Pengiran Maharajalila II menjabat Raja Tidung sampai tahun 1731.
          1699 : Pada bulan April, dua orang bangsa Inggris Henry Watson dan Captain Cotesworth diinstruksikan mendirikan factory/gudang di Banjarmasin.[7]
          1700 : Hamidullah menjadi Sultan Banjar XI sampai tahun 1734. Aji Pangeran Dipati Tua menjadi Sultan Kutai Kartanegara XII yang sampai tahun 1710. Tahun 1700 terjadi perang antara Landak dan Matan,karena perebutan pewarisan intan kobi. Landak dibantu oleh Banten dan VOC, karena itu kemudian Banten menyatakan Landak dan Matan di bawah kuasa Kesultanan Banten.
          1701 : Sesudah kekalahan orang-orang Banjar dalam Perang Inggris-Banjar I pada Oktober 1701, orang-orang Cina kehilangan tempat dan hak mereka dalam pasar lada. Karena sebagian besar tindakan raja Banjar diatur oleh Inggris sebagai pemenang perang, maka diperintahkanlah semua rakyatnya untuk menjual ladanya kepada orang-orang di bawah pengawasan Inggris, yang mendirikan tempat penjagaan yang terletak di muara sungai Barito.
          1703 : Sultan Aji Muhammad Alamsyah menjadi Sultan Pasir I sampai tahun 1726, untuk pertama kalinya penguasa Pasir mengambil gelar yang lebih tinggi Sultan.
          1705 : Hussin Kamaluddin menjadi Sultan Brunei (periode I) sampai tahun 1730.
          1707 : Orang-orang Inggris diusir dari Banjar dalam Perang Inggris-Banjar II tahun 1707, sehingga orang-orang Cina dapat bebas kembali untuk mengadakan transaksi dengan para pedagang lada Banjar dan Biaju. Jumlah orang-orang Cina yang berkumpul di daerah Kesultanan Banjar makin hari makin besar terdiri atas pedagang-pedagang jung dan pedagang-pedagang menetap.
          1708 : Umar Akamuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1732.
          1710 : Aji Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura menjadi Sultan Kutai Kartanegara XIII sampai tahun 1735.
          1724 : Pemerintahan Kerajaan Matan/Sukadana oleh Sultan Ma’aziddin (1724-1762).
          1726 : Sebagai menantu dari Sultan Pasir, La Madukelleng (Pahlawan Nasional) menjabat Raja Pasir sampai tahun 1736.
          1730 : Muhammad Alauddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1745.
          1731 : Wira Amir menjadi Sultan Bulungan I sampai tahun 1777. Amiril Pengiran Dipati II menjabat Raja Tidung sampai tahun 1765.
          1732 : Abubakar Kamaluddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1762. Ibukota Kesultanan Kutai dipindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.
          1733 : Panglima perang dari La Madukelleng (Arung Singkang) menyerang Banjarmasin tetapi mengalami kegagalan.
          1734 : Tamjidillah I menjadi Sultan Banjar XII sampai tahun 1759.
          1735          : Aji Muhammad Idris menjadi Sultan Kutai Kartanegara XIV sampai tahun 1778.
          1736          : Sultan Sepuh I Alamsyah menjadi Sultan Pasir II sampai tahun 1766.
          1740          : Panembahan Mempawah, Opu Daeng Manambung mendatangkan pekerja tambang dari daratan Cina.
          1745          : Hussin Kamaluddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1762 untuk kedua kalinya.
          1747           : Kompeni Belanda mendirikan benteng di Pulau Tatas (Banjarmasin) merupakan permukiman Eropa pertama di Kalimantan hingga tahun 1810 kemudian ditinggalkan oleh Marshall Daendels sesuai perjanjian dengan Sultan Banjar.
          1750          : Puana Dekke meminjam tanah kepada Tamjidullah I untuk mendirikan pemukiman di tenggara Kalsel yang kelak dikenal sebagai orang Bugis Pagatan.

1.        Zaman Kekuasaan VOC
Orang-orang Italia merupakan orang Eropa pertama yang mengunjungi Kalimantan pada abad ke-14, kemudian disusul orang Spanyol, Inggris, dan Belanda. Kerajaan Sambas merupakan daerah pertama yang berada di bawah pengaruh Belanda semenjak kontrak dengan VOC yang dibuat oleh Ratu Sapudak (Raja Sambas) pada tanggal 1 Oktober 1609. Pada tanggal 4 September 1635, Kesultanan Banjar membuat kontrak perdagangan yang pertama dengan VOC dan VOC akan membantu Banjar menaklukan Paser. Sejak 1636, Banjarmasin berusaha menjadi pusat mandala bagi kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di Kalbar, Kalteng, dan Kaltim. Hikayat Banjar mencatat adanya pengiriman upeti kepada Sultan Banjarmasin dari Sambas, Sukadana, Paser, Kutai, Berau, Karasikan (Buranun/Sulu), Sewa Agung (Sawakung), Bunyut dan negeri-negeri di Batang Lawai. Sukadana (dahulu bernama Tanjungpura) merupakan induk bagi kerajaan Tayan, Meliau, Sanggau dan Mempawah. Pada tahun 1638 di Banjarmasin terjadi tragedi pembantaian terhadap orang-orang Belanda dan Jepang sehingga Belanda mengirim ekspedisi penghukuman dan membuat ancaman terhadap Kesultanan Banjarmasin, Kerajaan Kotawaringin dan Kerajaan Sukadana. Tahun 1700 Sukadana (Matan) mengalami kekalahan dalam perang dengan Landak (vazal Banten). Landak dibantu Banten dan VOC, sehingga Banten mengklaim Landak dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) sebagai wilayahnya. Tahun 1756 VOC berusaha mendapatkan Lawai, Sintang dan Sanggau dari Banjarmasin. Daerah awal di Kalimantan yang diklaim milik VOC adalah wilayah sepanjang pantai dari Sukadana sampai Mempawah yang diberikan oleh Kesultanan Banten pada 26 Maret 1778. VOC sempat mendirikan pabrik di Sukadana dan Mempawah tetapi 14 tahun kemudian ditinggalkan karena tidak produktif (Sir Stamford Rafless, The History of Java). Pendirian Kesultanan Pontianak yang didukung VOC di muara sungai Landak semula diprotes Landak karena merupakan wilayahnya tetapi akhirnya mengendur karena tekanan VOC. Pada 13 Agustus 1787, Kesultanan Banjar menjadi daerah protektorat VOC dan vazal-vazal Banjarmasin diserahkan kepada VOC meliputi Kaltim, Kalteng, sebagian Kalsel, dan pedalaman Kalbar, yang ditegaskan lagi dalam perjanjian 1826. Hindia Belanda kemudian membentuk Karesidenan Sambas dan Karesidenan Pontianak dengan diangkatnya raja-raja sebagai regent dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Belakangan Karesidenan Sambas dilebur ke dalam Karesidenan Pontianak beserta daerah pedalaman Kalbar menjadi Karesidenan Borneo Barat. Tahun 1860 Hindia Belanda menghapuskan Kesultanan Banjar, kemudian terakhir wilayahnya menjadi bagian dari Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo.
               1756 : Pada 20 Oktober 1756 Tamjidullah I membuat perjanjian dengan VOC berisi larangan berdagang lada dengan orang Cina, Inggris dan Prancis selanjutnya VOC akan membantu menaklukkan kembali daerah yang memisahkan diri seperti : Berau, Kutai, Paser, Sanggau, Sintang dan Lawai.
               1759 : Muhammad Aliuddin Aminullah menjadi Sultan Banjar XIII sampai tahun 1761.
               1761 : Susuhunan Nata Alam adalah Sultan Banjar XIV sampai tahun 1801, sebelumnya sebagai wali Putra Mahkota yang masih kecil.
               1762 : Umar Akamuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1793. Di Brunei, Omar Ali Saifuddin I menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1795.
               1765 : Amiril Pengiran Maharajadinda menjabat Raja Tidung sampai tahun 1782.
               1766 : Sultan Ibrahim Alam Syah menjadi Sultan Pasir III sampai tahun 1786.
               23 Oktober 1771 : Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie yang pada tahun 1778 direstui VOC-Belanda sebagai Sultan Pontianak I berkuasa sampai tahun 1808. Pendirian kerajaan baru di muara sungai Landak ini semula diprotes oleh Kerajaan Landak.
               1772 : Sayyid Idrus Alaydrus, menantu Sultan Mahmud Badaruddin I dari Kesultanan Palembang diangkat VOC-Belanda menjadi Yang DiPertuan Kerajaan Kubu yang pertama, memerintah sampai tahun 1795.
               1775 : La Pangewa, pemimpin orang Bugis-Pagatan direstui Sultan Tahmidullah II sebagai raja pertama Kerajaan Pagatan, setelah menggempur Pangeran Amir (Raja Kusan I) yang menyingkir hingga ke Kuala Biaju.
               1777 : Republik Lanfang sebuah negara Hakka di Kalimantan Barat didirikan oleh Low Fang Pak sampai akhirnya dihancurkan oleh VOC-Belanda di tahun 1884.
               1778 : Menurut akta tanggal 26 Maret 1778 Landak dan Sukadana diserahkan kepada Kompeni Belanda oleh Sultan Banten. Inilah wilayah yang mula-mula menjadi milik VOC.
               1778 : Aji Muhammad Aliyeddin menjadi Sultan Kutai Kartanegara XIV sampai tahun 1780.
               1780 : Aji Muhammad Muslihuddin menjadi Sultan Kutai Kartanegara XV sampai tahun 1816.
               1782 : Amiril Pengiran Maharajalila III menjadi Raja Tidung sampai tahun 1817.
               28 September 1782 : Pemindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara dari Pemarangan ke Tepian Pandan.
               1785 : Pangeran Amir dibantu Arung Tarawe menyerang Tabaneo dengan pasukan 3000 orang Bugis-Paser berkekuatan 60 buah perahu untuk menuntut tahta Kesultanan Banjar dari Tahmidullah II.
               1786 : Ratu Agung menjadi Sultan Pasir II sampai tahun 1788.
               14 Mei 1787 : Pangeran Amir ditangkap Kompeni Belanda, kemudian diasingkan ke Srilangka.
               13 Agustus 1787 : Sultan Tahmidullah II menyerahkan kedaulatan Kesultanan Banjar kepada VOC menjadi daerah protektorat dengan Akte Penyerahan di depan Residen Walbeck, setelah VOC-Belanda berhasil menyingkirkan Pangeran Amir, rivalnya dalam perebutan tahta. Sebagian besar Kalimantan diserahkan menjadi properti perusahaan VOC.
               1788 : Sultan Dipati Anom Alamsyah menjadi Sultan Pasir III sampai tahun 1799. Sultan ini menikahi Ratu Intan I yaitu Ratu dari Tjangtoeng dan Batoe Litjin.
               1789 : Sultan Pontianak dengan dukungan Belanda melakukan serangan terhadap Panembahan Mempawah dengan tujuan merebut wilayah Panembahan Mempawah. Kongsi Lan Fong kemudian juga mengirimkan pasukannya membantu pasukan Sultan Pontianak. Panembahan Mempawah kalah kemudian Raja Panembahan Mempawah mengundurkan dirinya ke daerah Karangan dan kemudian menetap di sana.
               1790       : Abubakar Tajuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1814.
               1795       : Muhammad Tajuddin menjadi Sultan Brunei IX sampai tahun 1807. Memerintahkan Khatib Haji Abdul Latif menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei serta memerintahkan supaya membuat rumah wakaf untuk jamaah haji Brunei di Mekkah.
               1797       : Kedaulatan atas daerah Paser dan Pulau Laut diserahkan VOC kembali kepada Sultan Banjar, Tahmidullah II.
               1799 : Sultan Sulaiman II Alamsyah menjadi Sultan Pasir IV sampai tahun 1811.

2.      Zaman Hindia Belanda
               1801 : Sulaiman Saidullah II menjadi Sultan Banjar XV sampai tahun 1825.
               1806 : Muhammad Jamalul Alam I menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1807.
               1806 : 11 Agustus 1806 Keraton Banjar berganti nama dari Bumi Kencana menjadi Bumi Selamat.
               1807 : Muhammad Kanzul Alam menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1829.
               1808 : Syarif Kasim Alkadrie menjadi Sultan Pontianak II sampai tahun 1819.
               1810 : Sultan Alimuddin menjadi sultan pertama Kesultanan Sambaliung, pecahan Kesultanan Berau yang dibagi dua.
               1811 : Sultan Ibrahim Alamsyah menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1815.
               1812 : Alexander Hare menjadi Resident-commissioner bagi pemerintahan Inggris di Banjarmasin.[9]
               1814 : Ratu Imanuddin memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Kotawaringin dari Kotawaringin Lama ke Pangkalan Bun.
               1814 : Muhammad Ali Syafeiuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1828.
               1815 : Sultan Mahmud Han Alamsyah menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1843.
               1816 : Aji Muhammad Salehuddin menjadi Sultan Kutai XVI sampai tahun 1845.
               1817 : Amiril Tadjoeddin menjabat Raja Tidung sampai tahun 1844.
               1817 : 1 Januari 1817 Kontrak Persetujuan Karang Intan I antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Aernout van Boekholzt.
               1819 : Syarif Osman Alkadrie menjadi Sultan Pontianak III sampai tahun 1855. Ia ditunjuk Pemerintah Hindia Belanda untuk memimpin Afdeeling Pontia nak.
               1820 : Zainul Abidin II bin Badruddin (1820 - 1834) menjadi Sultan Gunung Tabur I, pecahan dari Kesultanan Berau. Pangeran Musa menantu Sultan Sulaiman dari Banjar menjadi Raja Kusan II sampai tahun 1830.
               1823 : 13 September 1823 : Kontrak Persetujuan Karang Intan II antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Mr. Tobias.
               1825 : Adam Alwasikh Billah menjadi Sultan Banjar XVI sampai tahun 1857. Di Brunei, Muhammad Alam menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1828.
               1825 : Bulan Juli 1825, Pangeran Aji Jawi, Raja Tanah Bumbu menjalin kontrak dengan Hindia Belanda.
               1826 : Setelah serangan penaklukan keraton Banjar di Banjarmasin pada tahun 1826, Hindia Belanda telah membuat aturan daerah mana saja yang masih dikuasai Kesultanan Banjar dan menentukan pembagian wilayah-wilayah.
               1828 : Usman Kamaluddin menjadi wali Sultan Sambas sampai tahun 1832.
               1829 : Omar Ali Saifuddin II menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1852.
               1830 : Pangeran M. Nafis bin Pangeran Musa menjadi Raja Kusan III sampai tahun 1840.
               1832 : Umar Akamuddin III menjadi wali Sultan Sambas sampai tahun wafat 22 Desember 1846.
               1835: Zending dari Jerman mulai bekerja di selatan Kalimantan.[10]
               1837 : Berdirinya swapraja Kerajaan Matan berdiri dengan rajanya Panembahan Anom Kusuma Negara.
               1840 : Pangeran Jaya Sumitra bin Pangeran M. Nafis menjadi Raja Kusan IV sampai tahun 1850.
               24 September 1841 : James Brooke diangkat menjadi gubernur Sarawak
               1841 : Pangeran Aji Jawi, Raja Tanah Bumbu mangkat. Pangeran Mangku Bumi menjadi Raja Sampanahan, Pangeran Muda Muhammad Arifbillah menjadi Raja Cengal, Manunggul, Bangkalaan, sedangkan Raja Aji Mandura sebagai Raja Cantung.
               18 Agustus 1842 : James Brooke diberi gelar Rajah oleh Sultan Brunei. James Brooke menguasai wilayah Sarawak yang paling barat hingga kematiannya pada 1868.
               1843 : Sultan Adam II Aji Alamsyah menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1853.
               1844 : Amiril Pengiran Djamaloel Kiram menjabat Raja Tidung sampai tahun 1867.
               11 Oktober 1844 : Sultan Kutai mengakui pemerintahan Hindia Belanda dan mematuhi pemerintah Hindia Belanda di Kalimantan yang diwakili oleh seorang Residen yang berkedudukan di Banjarmasin.
               1845 : Swapraja Kerajaan Matan dipimpin oleh Panembahan Muhamamad Cabran dari tahun 1845-1908.
               18 Maret 1845 : Kontrak dengan Hindia Belanda mengenai wilayah Kesultanan Banjar. Wilayah baru ini lebih kecil dibanding dengan sebelumnya, yaitu hanya daerah inti dari Kesultanan Banjar dan tidak mempunyai akses ke laut. Dan Belanda mengangkat gubernur bernama Weddik. [5]
               1846 : Raja Aji Mandura, menggabungkan negeri Buntar-Laut dengan Kerajaan Cantung, sehingga ia menjadi Raja Cantung dan Buntar-Laut.
               1846 : Abu Bakar Tadjuddin II menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1854. Masa pemerintahan Ratu Intan II, ratu dari Bangkalaan, Manoenggoel dan Tjingal.
               28 September 1849 : Gubernur Jenderal J.J. Rochussen datang ke Pengaron di Kesultanan Banjar untuk meresmikan pembukaan tambang batu bara Hindia Belanda pertama yang dinamakan Tambang Batu Bara Oranje Nassau Bentang Emas.
               1850 : Pangeran Akhmad Hermansyah menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1865. Aji Muhammad Sulaiman menjadi Sultan Kutai XVIII sampai tahun 1899. Pangeran Jaya Sumitra menjadi Raja Pulau Laut I sampai tahun 1861.
               1852 : Abdul Momin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1885.
               8 Agustus 1852 : Tanpa persetujuan Sultan Adam, Pangeran Tamjidillah II diangkat menjadi Sultan Muda oleh Pemerintah Hindia Belanda merangkap Mangkubumi di Kesultanan Banjar. Hindia Belanda dan Tamjidilah II sudah membangun konsesus dalam mendapatkan tanah apanase di Pengaron sebagai wilayah pertambangan batu bara.
               1853 : Pemerintah Hindia Belanda menempatkan J. Zwager sebagai Asisten Residen di Samarinda. Sultan Sepuh II Alamsyah menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1875.
               1854 : Umar Kamaluddin menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1866.
               1855 : Syarif Hamid Alkadrie menjadi Sultan Pontianak IV sampai tahun 1872.
               9 Oktober 1856 : Hindia Belanda mengangkat Hidayatullah II sebagai Mangkubumi Banjar untuk meredam pergolakan di Kesultanan Banjar atas tersingkirnya Pangeran Hidayatullah yang didukung oleh kaum ulama dan bangsawan keraton serta telah mendapat wasiat dari Sultan Adam sebagai Sultan Banjar.
               30 April 1856 : Pangeran Hidayatullah II menandatangani persetujuan pemberian konsesi tambang batu bara kepada Hindia Belanda karena pengangkatannya sebagai Mangkubumi Banjar.
               1857 : Tamjidillah Alwasikh Billah diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar XVII sampai tahun 1860 kemudian dimakzulkan dan dikirim Belanda ke Bogor.
               11 November 1858 : Pertama kali meletusnya Perang Banjar, dipimpin Pangeran Antasari.
               18 April 1859 : Penyerangan terhadap tambang Oranje Nassau dipimpin langsung oleh Pangeran Antasari dibantu oleh Pembekal Ali Akbar dan Mantri Temeng Yuda atas persetujuan Pangeran Hidayatulah II.
               25 Juni 1859 : Hindia Belanda memakzulkan Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar sebagai hasil kesepakatan Mangkubumi Pangeran Hidayatullah II dan Kolonel Andresen untuk memulihkan keadaan. Dengan siasat menempatkan Pangeran Hidayatullah sebagai Sultan Banjar dan menurunkan Tamjidillah II karena Belanda menilai penyerangan tambang mereka berkaitan dengan kekuasaan di Kesultanan Banjar.
               27 September 1859 : Belanda berhasil menduduki benteng pasukan Pangeran Antasari di Gunung Lawak.
               5 Februari 1860 : Belanda mengumumkan bahwa jabatan Mangkubumi Pangeran Hidayat dihapuskan.[11]
               11 Juni 1860 : Residen Belanda, I. N. Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan kerajaan di seluruh Kalimantan, termasuk pemerintahan Kesultanan Banjar.
               1860 : Pangeran Syarif Ali Alaydrus putera dari Syarif Idrus Alaydrus raja Kerajaan Kubu diangkat Belanda menjadi Raja Sabamban I
               1861 : Pangeran Abdul Kadir menjadi Raja Pulau Laut II sampai tahun 1873.
               14 Maret 1862 : Pangeran Antasari ditabalkan sebagai Panembahan (Sultan Banjar XVIII) oleh para kepala suku Dayak yang dipimpin oleh Kiai Yang Pati Jaya Raja, adipati (gubernur) wilayah Tanah Dusun, Kapuas dan Kahayan.
               11 Oktober 1862 : Pangeran Antasari (Pahlawan Nasional) mangkat karena penyakit cacar.
               1862 : Gusti Muhammad Seman menjadi Sultan Banjar XIX dalam pemerintahan Pagustian sampai gugur di tembak Belanda pada tahun 1905.
               1863 : Suku Iban bermigrasi ke daerah hulu sungai Saribas dan sungai Rajang, dan menyerang suku Kayan di daerah hulu sungai-sungai dan terus maju ke utara dan ke timur. Perang dan serangan pengayauan menyebabkan suku-suku lain terusir dari lahannya.
               27 Februari 1864 : eksekusi Demang Lehman di tiang gantungan di tanah lapang Martapura.
               1865 : Pangeran Ratu Anom Kusuma Yudha menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1904.
               16 Agustus 1866 : Muhammad Syafeiuddin II menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1924.
               1867 : Datoe Maoelana/Ratoe Intan Doera menjabat Raja Tidung sampai tahun 1896.
               1872 : Syarif Yusuf Alkadrie menjadi Sultan Pontianak V sampai tahun 1895.
               1873 : Pangeran Berangta Kasuma menjadi Raja Pulau Laut III sampai tahun 1881.
               1875 : Pangeran Aji Inggu putera Sultan Sepuh II Alamsyah menjadi Raja Pasir sampai tahun 1876.
               1876 : Perang Sukadana dengan Pontianak, pelabuhan Sukadana akhirnya ditutup. Sultan Abdur Rahman Alamsyah (1876 - 1896) dinobatkan oleh rakyat menjadi Sultan Pasir di Benua dan Sultan Muhammad Ali (1876 - 1898) dinobatkan oleh Belanda menjadi Sultan Pasir di Muara Pasir.
               1877 : Abdul Momin membuat perjanjian dengan Gustavus Baron de Over-back dan Alfred Dent mengenai penggadaian terhadap wilayah-wilayah Brunei di Sabah.
               1881 : Sabah diambil alih oleh British North Borneo Company kemudian menjadi protektorat Britania Raya dengan masalah internal tetap diadministrasi oleh perusahaan tersebut tahun 1888. Pangeran Amir Husin Kasuma menjadi Raja Pulau Laut IV sampai tahun 1900.
               1885 :Hashim Jalilul Alam Aqamaddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1906.
               1894 : Pertemuan suku-suku Dayak di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah untuk mengakhiri tradisi ngayau.
               1895 : Pencatatan penduduk Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo terdiri : 598 orang Eropa, 4.525 orang China, 1.534 orang Arab, 116 orang Timur Asing serta 803.013 orang Bumiputera. Syarif Muhammad Alkadrie menjadi Sultan Pontianak VI sampai tahun 1944.
               1896 : Datoe Adil menjabat Raja Tidung sampai tahun 1916.
               1898 : Kevakuman pemerintahan Kesultanan Pasir sampai tahun 1899 karena diambil alih Belanda.
               1899 : Residen C.A Kroesen memimpin Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo. Aji Muhammad Alimuddin menjadi Sultan Kutai XIX sampai 1910. Sultan Ibrahim Khaliluddin menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1908.
               1903 : Sultan Brunei mengutus surat kepada Sultan Abdul Hamid II, Turki Usmaniyah karena Limbang (wilayah Brunei) direbut oleh Charles Brooke pada tahun 1890.
               1905 : Pangeran Ratu Sukma Negara menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1913.
               24 Januari 1905 : Sultan Muhammad Seman, putra dari Pangeran Antasari gugur melawan Belanda di pedalaman sungai Barito.
               15 September 1905 : Panglima Batur digantung Belanda.
               1906 : Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin menandatangani Perjanjian Protektorat Inggris atas Brunei dan menerima Sistem Residen di Brunei. Penggantinya, Muhammad Jamalul Alam II menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1924.
               1908 : Gusti Muhammad Saunan berkuasa di swapraja Kerajaan Matan sejak 1908-1944.
               1914 : Pangeran Ratu Sukma Alamsyah menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1939.
               1919 : Banjarmasin ibukota Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat otonomi pemerintahan menjadi Gemeente Bandjermasin.
               1920 : Untuk menghindari rodi (erakan) yang dijalankan Belanda gelombang terakhir suku Banjar migrasi menyusuri jalur selatan Kalimantan Barat, pantai utara Bangka (Belinyu) menuju Kuala Tungkal dan Tembilahan selanjutnya menyebar ke Sumatera Utara, Batu Pahat dan Perak, Malaysia. Jalur ini merupakan jalur kuno migrasi Suku Maanyan ke Madagaskar.
               14 November 1920 : Sultan Aji Muhammad Parikesit menjadi Sultan Kutai XX.
               1923 : Nasional Borneo Kongres ke-1 diprakarsai oleh Sarekat Islam.
               1924 : Muhammad Ali Syafeiuddin II menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1926 dan di Brunei, Ahmad Tajuddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1950. Di Banjarmasin, J. De Haan menggantikan kedudukan C.J. Van Kempen sebagai residen Belanda sampai tahun 1929
               29 Maret-31 Maret 1924 : National Borneo Congres ke-2, dihadiri Sarekat Islam lokal dan wakil-wakil Perserikatan Dayak (non Islam).
               1926 : Muhammad Ibrahim Syafeiuddin menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1944.
               1929 : R. Koppenel menjadi residen Belanda di Banjarmasin sampai tahun 1931.
               1933 : W.G. Morggeustrom menjadi residen Belanda di Banjarmasin sampai 1937.
               12 Juni 1936: Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Tanjung Puting sebagai cagar alam dan suaka margasatwa.
               1938 : Residentie Wester Afdeeling van Borneo dan Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo menjadi sebuah Kegubernuran Borneo dengan dr. A. Haga sebagai gubernur sampai kedatangan Jepang. Gemeente Bandjermasin ditingkatkan menjadi Stads Gemeente Bandjermasin.
               1940 : Pangeran Ratu Anom Alamsyah menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1948.
               25 Desember 1941 : Jepang membom Lapangan Terbang Ulin, Landasan Ulin, Banjarbaru.
 
9. Zaman Jepang
               21 Januari 1942 : Jepang menembak jatuh pesawat Catalina-Belanda di sungai Barito perairan Alalak, Barito Kuala.
               8 Februari 1942 : Jepang memasuki Muara Uya, Tabalong, Gubernur Haga mengungsi ke Kuala Kapuas selanjutnya menuju pedalaman Barito yaitu Puruk Cahu, dengan rencana untuk merebut kembali ibukota Borneo (Banjarmasin) dengan perang gerilya.
               10 Februari 1942 : Tentara Jepang memasuki Banjarmasin, ibukota Borneo (Kalimantan).
               12 Februari 1942 : Tentara Jepang mengeluarkan maklumat kota Banjarmasin dan daerahnya diserahkan kepada Pimpinan Pemerintahan Civil.
               3 Maret 1945 : Misi operasi Platypus mulai dijalankankan di Balikpapan.[12]
               5 Maret 1942 : A.A Hamidhan menerbitkan surat kabar Kalimantan Raya di Banjarmasin.
               18 Maret 1942 : Kiai Pangeran Musa Ardi Kesuma ditunjuk Jepang sebagai Ridzie, penguasa tertinggi pemerintah sipil meliputi wilayah Banjarmasin, Hulu Sungai dan Kapuas-Barito.
               1944 : Syarif Thaha Alkadrie menjadi Sultan Pontianak VII sampai tahun 1945. Muhammad Taufik menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1984.
               17 April 1945 : Rakyat Banjarmasin mulai diwajibkan memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada setiap tentara Jepang baik yang naik sepeda, mobil dan sebagainya.

10. Zaman NICA dan Federalisme
               1945       : Sultan Hamid II menjadi Sultan Pontianak VIII sampai tahun 1950.
               6 Mei 1945 : Pembentukan TRI pasukan MN 1001, MKTI (MN=Muhammad Noor)
               2 September 1945 : Pemerintahan Sukarno-Hatta melantik Ir. H. Pangeran Muhammad Noor sebagai gubernur Kalimantan.
               17 Oktober 1945 : Penerjunan pertama pasukan payung Republik Indonesia di Desa Sambi, Arut Utara, Kotawaringin Barat (Palagan Sambi). Tanggal ini menjadi Hari Jadi Paskhas TNI AU.
               9 November 1945 : Pertempuran di Banjarmasin melawan Belanda.
               31 Januari 1946 : Di Yogyakarata, Presiden Sukarno menerima 32 pemuda Kalimantan[13]
               1946 : Pemerintahan perusahaan British North Borneo Company berakhir dan Sabah menjadi koloni dari British North Borneo sampai menjadi federasi Malaysia pada 1963.
               17 Mei 1949 : Proklamasi Kalimantan oleh Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan oleh Letkol. Hasan Basry (Pahlawan Nasional).
               1950 : Omar Ali Saifuddin III menjadi Sultan Brunei 1967.
               18 April 1950 : Pembubaran Dewan Dayak Besar, Dewan Banjar dan Federasi Kalimantan Tenggara.
11. Zaman modern
               14 Agustus 1950 : Pembentukan provinsi Kalimantan setelah bubarnya RIS dengan gubernur dr. Moerjani, tetap diperingati sebagai Hari Jadi Propinsi Kalimantan Selatan.
               23 September 1953 : Wafatnya Ratu Zaleha, putri Sultan Muhammad Seman, tokoh emansipasi wanita Kalimantan, sebelumnya diasingkan di Cianjur.
               4 Oktober 1956 : Sidang Kabinet memutuskan untuk memekarkan Propinsi Kalimantan menjadi tiga provinsi otonom.
               7 Desember 1956 : Kalimantan dipecah menjadi provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
               23 Mei 1957 : Pembentukan provinsi Kalimantan Tengah dimekarkan dari Kalimantan Selatan.
               8 Desember 1962 : Revolusi Brunei pecah yang dipimpin oleh Yassin Affandi dan pemberontak bersenjatanya (Tentara Nasional Kalimantan Utara).
               1963 : Sabah dan Sarawak bergabung dalam federasi Malaysia.
               1967 : Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah menjadi Sultan Brunei XXIX hingga kini.
               4 Januari 1979 : Brunei dan Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan.
               1 Januari 1984 : Brunei Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
               1984 : Pangeran Ratu Winata Kusuma sebagai kepala rumah tangga Kesultanan Sambas.
               12 Mei 1984 : Penetapan Taman Nasional Tanjung Puting oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
               1999 : Haji Aji Muhammad Salehuddin II menjadi Raja Kutai Kartanegara XXI hingga kini.
               26 Mei - 29 Mei 2008 : Rakernas I Majelis Adat Dayak Nasional di Palangkaraya menuntut Otonomi Khusus untuk Kalimantan
12. Referensi
borneol definition
'Baru nah'
(ms)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
    ^ (id) Amir Hasan Kiai Bondan, Suluh Sedjarah Kalimantan
    Characteristics of the Diocese Diocese of Palangka Raya
    R. Suntharalingam, The British in Banjarmasin: An Abortive Attempt in Settlement 1700-1707
    Buginese on Borneo
    (id) Rosihan Anwar, Sejarah kecil "petite histoire" Indonesia, Jilid 1, Penerbit Buku Kompas, 2004 ISBN 979-709-141-4, 9789797091415
    (id) Th. van den End, Ragi Carita 1, Jilid 1 dari Ragi carita: sejarah gereja di Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1987, ISBN 979-415-188-2, 9789794151884
    (id) Tamar Djaja, Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Volume 2, Bulan Bintang, 1966
    (en) A. B. Feuer, Australian commandos: their secret war against the Japanese in World War II, Stackpole Military history series, Stackpole Books, 2006, ISBN 0-8117-3294-0, 9780811732949
   Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil, Kronik revolusi Indonesia, Volume 1, Kepustakaan Populer Gramedia, 1999 ISBN 9799023270, 9789799023278]. Diakses 3 September 2010

Tidak ada komentar: