6.
Zaman
Pengaruh Awal VOC
•
1595 : Mustainbillah
menjadi Sultan Banjar IV sampai tahun 1638.
•
1596 : Pedagang Belanda
merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten.
•
1598 : Abdul Jalilul
Akbar menjadi Sultan Brunei X sampai tahun 1659.
•
1599 : Sultan Brunei
mengadakan perhubungan dengan Spanyol di Manila.
•
1600 : Anam Jaya Kesuma
menjadi penguasa Kerajaan Landak.
•
1600 : Oliver van Noord,
pedagang Belanda datang ke Brunei.
•
1600 : Abang Pencin
alias Pangeran Agung yang memerintah tahun 1600 - 1643 adalah Raja Sintang yang
pertama memmeluk Islam.
•
1604 : Kerajaan
Matan/Sukadana mengikat perjanjian dengan Belanda (VOC) yang menimbulkan
kemarahan Raja Mataram.
•
14 Februari 1606 :
Ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin,
Karena perangainya yang buruk nahkoda ini terbunuh dalam suatu kericuhan
•
1607 : Raja Aji Mas Anom
Indra menjadi Raja Pasir sampai tahun 1644.
•
1607 : 17 Juli 1607
Ekspedisi VOC dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, semua
ABK dibunuh sebagai pembalasan atas perampasan kapal jung Banjar di Banten
tahun 1596.
•
1 Oktober 1609 : VOC
melakukan pakta kerja sama dengan Ratu Sapudak dari Kerajaan Sambas.
•
1610 : Aji Dilanggar
menjadi Sultan Kutai VII sampai tahun 1635.
•
1610 : Raja Kudung
memerintah Kerajaan Landak yang berpusat di Pekana, Karangan.
•
1612 : Kompeni Belanda
menembak hancur Banjar Lama ibukota Kesultanan Banjar, sehingga ibukotanya
dipindahkan ke Martapura. Kongsi Perdagangan Inggris yang diketuai oleh Sir
Hendry Middleton datang ke Brunei.
•
1613 : Amiril Pengiran
Singa Laoet menjabat Raja Tidung sampai tahun 1650.
•
1615 : Pangeran Dipati
Anta-Kasuma mendirikan Kerajaan Kotawaringin, pecahan wilayah Kesultanan Banjar
paling barat yang berbatasan dengan Kesultanan Sukadana-Matan.
•
1622 : Giri Mustika
(Raden Saradewa) menantu Pangeran Dipati Anta-Kasuma dinobatkan menjadi sultan
Sukadana-Matan dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin (1622-1659). Kesultanan
Mataram mengirim Tumenggung Bahurekso, Bupati Kendal menyerang Kesultanan
Sukadana-Matan, serangan ini mengkhawatirkan kerajaan-kerajaan Kalimantan akan
serangan Mataram.
•
1625 : Muhammad Ali menjadi
Sultan Brunei XII sampai 1660.
•
1626 : Produksi lada
Banjar sangat meningkat, sehingga VOC berusaha untuk memperoleh monopoli lada,
dan berusaha menghilangkan kejadian tahun 1612 yaitu penyerbuan Belanda
terhadap kesultanan Banjar. Belanda juga meminta maaf atas perbuatannya
merampok kapal kesultanan Banjar dalam pelayaran perdagangan ke Brunei 4 Juli
1626. Perdagangan kesultanan Banjar diarahkan ke Cochin Cina (Veitnam) tidak ke
Batavia.
•
1634: VOC mengirim 6
kapal dagang ke Banjarmasin dipimpin Gijsbert van Londensteijn, kemudian
ditambah beberapa kapal di bawah pimpinan Antonie Scop dan Steven Barentsz.[5]
•
1635 : 17 Juni 1635
Kapal Pearl Inggris tiba di Banjarmasin, Tewseling dan Gregory.
•
1635 : 4 September 1635
Sultan Banjar diwakili oleh Syahbandar Ratna Diraja Goja Babouw mengadakan
kontrak dagang pertama di Betawi dengan Kompeni Belanda yang wakili oleh :
Hendrik Brouwer, Antonio van Diemen, Jan van der Burgh, Steven Barentszoon. VOC
juga membantu Banjar untuk menaklukan bagian timur Kalimantan (Pasir).
•
1635 : Aji Pangeran
Sinum Panji Mendapa ing Martapura menjadi Sultan Kutai VIII sampai tahubbn
1650. Raja ini menaklukan Kerajaan Kutai Martadipura.
•
1636 : Kesultanan Banjar
mengklaim daerah sepanjang Kerajaan Sambas sampai Kesultanan Berau serta
Karasikan sebagai wilayahnya karena saat itu Banjarmasin sudah memiliki
kemampuan militer untuk menghadapi serangan dari Mataram.
•
1636: Pertama kali
Belanda mulai berdiam di Banjarmasin ketika VOC mendirikan kantor dagang di
Banjarmasin di bawah pimpinan Wollenbrant Gelijnsen.
•
1638
: Inayatullah menjadi Sultan Banjar V sampai tahun 1645. Kesultanan
Sukadana-Matan dan bawahannya Kerajaan Mempawah mengirim upeti kepada
Kesultanan Banjar. Raja Muhammad Zainudin dari
Kesultanan Matan memindahkan ibukota kerajaan dari sungai Matan ke negeri Indra
Laya yang disebut Kerajaan Indra Laya.
•
1638 : Contract Craemer
menolak permintaan Sultan Banjar untuk mengirimkan lada ke Makassar, pecahlah
perang anti VOC sebanyak 108 orang Belanda, 21 orang Jepang dibunuh, dan loji
VOC dibakar serta penghancuran terhadap kapal-kapal VOC di Banjarmasin.
•
1640 : Gubernur Jenderal
VOC Antonio van Diemen memerintahkan agar permusuhan dengan Kesultanan Banjar
dihentikan dan hanya menuntut 50.000 real sebagai ganti rugi kejadian tahun
1638.
•
1641 : Upeti yang
terakhir dari Kesultanan Banjar dikirim ke Kesultanan Mataram, pengiriman upeti
sempat terhenti sejak meninggalnya Sultan Demak terakhir.[5]
•
1644 : Raja Aji Anom
Singa Maulana menjadi Raja Pasir sampai tahun 1667.
•
1645 : Saidullah menjadi
Sultan Banjar VI sampai tahun 1660.
•
1650 : Aji Pangeran
Dipati Agung ing Martapura menjadi Sultan Kutai IX sampai tahun 1665. Amiril
Pengiran Maharajalila I menjabat Raja Tidung sampai tahun 1695.
•
1659 : Muhammad
Zainuddin I (Marhum Negeri Laya) memerintah Kesultanan Sukadana-Matan
(1659-1724). Abdul Jalilul Jabbar menjadi Sultan Brunei XI sampai tahun 1660.
•
1660 : Rakyatullah
menjadi Sultan Banjar VII sampai 1663, ia membuat perjanjian dengan VOC 18
Desember 1660. Abdul Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673.
•
1661 : Abdul Hakkul
Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673. Utusan kesultanan
Sukadana-Matan datang di Kesultanan Banjar untuk melaporkan bahwa Sukadana
kembali menjadi daerah pegaruh dari Kesultanan Banjar semenjak sebelumnya pada
tahun 1638.
•
1662 : Menurut Barra
pada tahun 1662 hanya ada 12 jung orang Melayu, Inggris, Portugis mengangkut
lada dan emas ke Makassar, sementara di Pelabuhan Banjarmasin dipenuhi lebih
dari 1000 perahu layar, baik perdagangan interinsuler maupun perdagangan
inter-kontinental.
•
1663 : Sultan Amrullah
menjadi Sultan Banjar VIII, tetapi ia kemudian dikudeta oleh Sultan Agung
menjadi Sultan Banjar IX sampai tahun 1679, dengan bantuan suku Biaju dan
memindahkan ibukota ke Sungai Pangeran, Banjarmasin.
•
1665 : Aji Pangeran
Dipati Maja Kusuma ing Martapura menjadi Sultan Kutai X sampai tahun 1686.
•
1667 : Panembahan
Sulaiman I menjadi Raja Pasir sampai tahun 1680.
•
21 Januari 1668 :
Lamohang Daeng Mangkona mendirikan Kota Samarinda yang penduduknya dikenal sebagai
orang Bugis Samarinda Seberang.
•
1670 : Sultan Muhammad
Tajuddin dari Sambas memerintah sampai tahun 1708.
•
1672 : Sultan Nata
Muhammad Syamsudin Sa’idul Khairiwaddien, sebagai Raja Sintang yang pertama
memakai memakai gelar yang lebih tinggi Sultan, memerintah sampai tahun 1737.
•
1673 : Muhyiddin menjadi
Sultan Brunei XIV sampai tahun 1690.
•
1675 : Muhammad
Syafeiuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 16701675 - 1685.
•
1680 : Amirullah Bagus
Kusuma naik tahta kembali menjadi Sultan Banjar X sampai tahun 1700. Panembahan
Adam I menjadi Raja Pasir sampai tahun 1705. Raja Senggauk menjadi Raja
Mempawah.
•
1686 : Ratu Agung,
wanita pertama memimpin Kesultanan Kutai Kartanegara hingga tahun 1700.
•
18 Januari 1689 :
Penyebar agama Katolik, Antonio Ventimiglia tiba di Banjarmasin dari Goa,
India.[6]
•
25 Juni 1689 : Kapal
Portugis di bawah pimpinan Kapten Cotingo memasuki daerah Pulau Petak di
kabupaten Kapuas dan menjalin hubungan dengan suku Dayak Ngaju.
•
1690 : Nassaruddin
menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1705.
•
1695 : Amiril Pengiran
Maharajalila II menjabat Raja Tidung sampai tahun 1731.
•
1699 : Pada bulan April,
dua orang bangsa Inggris Henry Watson dan Captain Cotesworth diinstruksikan
mendirikan factory/gudang di Banjarmasin.[7]
•
1700 : Hamidullah
menjadi Sultan Banjar XI sampai tahun 1734. Aji Pangeran Dipati Tua menjadi
Sultan Kutai Kartanegara XII yang sampai tahun 1710. Tahun 1700 terjadi perang
antara Landak dan Matan,karena perebutan pewarisan intan kobi. Landak dibantu
oleh Banten dan VOC, karena itu kemudian Banten menyatakan Landak dan Matan di
bawah kuasa Kesultanan Banten.
•
1701 : Sesudah kekalahan
orang-orang Banjar dalam Perang Inggris-Banjar I pada Oktober 1701, orang-orang
Cina kehilangan tempat dan hak mereka dalam pasar lada. Karena sebagian besar
tindakan raja Banjar diatur oleh Inggris sebagai pemenang perang, maka
diperintahkanlah semua rakyatnya untuk menjual ladanya kepada orang-orang di
bawah pengawasan Inggris, yang mendirikan tempat penjagaan yang terletak di
muara sungai Barito.
•
1703 : Sultan Aji
Muhammad Alamsyah menjadi Sultan Pasir I sampai tahun 1726, untuk pertama
kalinya penguasa Pasir mengambil gelar yang lebih tinggi Sultan.
•
1705 : Hussin Kamaluddin
menjadi Sultan Brunei (periode I) sampai tahun 1730.
•
1707 : Orang-orang
Inggris diusir dari Banjar dalam Perang Inggris-Banjar II tahun 1707, sehingga
orang-orang Cina dapat bebas kembali untuk mengadakan transaksi dengan para
pedagang lada Banjar dan Biaju. Jumlah orang-orang Cina yang berkumpul di
daerah Kesultanan Banjar makin hari makin besar terdiri atas pedagang-pedagang
jung dan pedagang-pedagang menetap.
•
1708 : Umar Akamuddin I
menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1732.
•
1710 : Aji Pangeran Anum
Panji Mendapa ing Martapura menjadi Sultan Kutai Kartanegara XIII sampai tahun
1735.
•
1724 : Pemerintahan
Kerajaan Matan/Sukadana oleh Sultan Ma’aziddin (1724-1762).
•
1726 : Sebagai menantu
dari Sultan Pasir, La Madukelleng (Pahlawan Nasional) menjabat Raja Pasir
sampai tahun 1736.
•
1730 : Muhammad Alauddin
menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1745.
•
1731 : Wira Amir menjadi
Sultan Bulungan I sampai tahun 1777. Amiril Pengiran Dipati II menjabat Raja
Tidung sampai tahun 1765.
•
1732 : Abubakar
Kamaluddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1762. Ibukota Kesultanan Kutai
dipindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.
•
1733 : Panglima perang
dari La Madukelleng (Arung Singkang) menyerang Banjarmasin tetapi mengalami
kegagalan.
•
1734 : Tamjidillah I
menjadi Sultan Banjar XII sampai tahun 1759.
•
1735 : Aji Muhammad Idris menjadi Sultan
Kutai Kartanegara XIV sampai tahun 1778.
•
1736 : Sultan Sepuh I Alamsyah menjadi
Sultan Pasir II sampai tahun 1766.
•
1740 : Panembahan Mempawah, Opu Daeng
Manambung mendatangkan pekerja tambang dari daratan Cina.
•
1745 : Hussin Kamaluddin menjadi Sultan
Brunei sampai tahun 1762 untuk kedua kalinya.
•
1747 : Kompeni Belanda mendirikan benteng
di Pulau Tatas (Banjarmasin) merupakan permukiman Eropa pertama di Kalimantan
hingga tahun 1810 kemudian ditinggalkan oleh Marshall Daendels sesuai
perjanjian dengan Sultan Banjar.
•
1750 : Puana Dekke meminjam tanah kepada
Tamjidullah I untuk mendirikan pemukiman di tenggara Kalsel yang kelak dikenal
sebagai orang Bugis Pagatan.
1.
Zaman
Kekuasaan VOC
Orang-orang
Italia merupakan orang Eropa pertama yang mengunjungi Kalimantan pada abad
ke-14, kemudian disusul orang Spanyol, Inggris, dan Belanda. Kerajaan Sambas
merupakan daerah pertama yang berada di bawah pengaruh Belanda semenjak kontrak
dengan VOC yang dibuat oleh Ratu Sapudak (Raja Sambas) pada tanggal 1 Oktober
1609. Pada tanggal 4 September 1635, Kesultanan Banjar membuat kontrak
perdagangan yang pertama dengan VOC dan VOC akan membantu Banjar menaklukan
Paser. Sejak 1636, Banjarmasin berusaha menjadi pusat mandala bagi
kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di Kalbar, Kalteng, dan Kaltim. Hikayat Banjar
mencatat adanya pengiriman upeti kepada Sultan Banjarmasin dari Sambas,
Sukadana, Paser, Kutai, Berau, Karasikan (Buranun/Sulu), Sewa Agung (Sawakung),
Bunyut dan negeri-negeri di Batang Lawai. Sukadana (dahulu bernama Tanjungpura)
merupakan induk bagi kerajaan Tayan, Meliau, Sanggau dan Mempawah. Pada tahun
1638 di Banjarmasin terjadi tragedi pembantaian terhadap orang-orang Belanda
dan Jepang sehingga Belanda mengirim ekspedisi penghukuman dan membuat ancaman
terhadap Kesultanan Banjarmasin, Kerajaan Kotawaringin dan Kerajaan Sukadana.
Tahun 1700 Sukadana (Matan) mengalami kekalahan dalam perang dengan Landak
(vazal Banten). Landak dibantu Banten dan VOC, sehingga Banten mengklaim Landak
dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) sebagai wilayahnya. Tahun 1756 VOC
berusaha mendapatkan Lawai, Sintang dan Sanggau dari Banjarmasin. Daerah awal
di Kalimantan yang diklaim milik VOC adalah wilayah sepanjang pantai dari
Sukadana sampai Mempawah yang diberikan oleh Kesultanan Banten pada 26 Maret
1778. VOC sempat mendirikan pabrik di Sukadana dan Mempawah tetapi 14 tahun
kemudian ditinggalkan karena tidak produktif (Sir Stamford Rafless, The History
of Java). Pendirian Kesultanan Pontianak yang didukung VOC di muara sungai
Landak semula diprotes Landak karena merupakan wilayahnya tetapi akhirnya
mengendur karena tekanan VOC. Pada 13 Agustus 1787, Kesultanan Banjar menjadi
daerah protektorat VOC dan vazal-vazal Banjarmasin diserahkan kepada VOC
meliputi Kaltim, Kalteng, sebagian Kalsel, dan pedalaman Kalbar, yang ditegaskan
lagi dalam perjanjian 1826. Hindia Belanda kemudian membentuk Karesidenan
Sambas dan Karesidenan Pontianak dengan diangkatnya raja-raja sebagai regent
dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Belakangan Karesidenan Sambas
dilebur ke dalam Karesidenan Pontianak beserta daerah pedalaman Kalbar menjadi
Karesidenan Borneo Barat. Tahun 1860 Hindia Belanda menghapuskan Kesultanan
Banjar, kemudian terakhir wilayahnya menjadi bagian dari Karesidenan Afdeeling
Selatan dan Timur Borneo.
•
1756 : Pada 20 Oktober 1756
Tamjidullah I membuat perjanjian dengan VOC berisi larangan berdagang lada
dengan orang Cina, Inggris dan Prancis selanjutnya VOC akan membantu
menaklukkan kembali daerah yang memisahkan diri seperti : Berau, Kutai, Paser,
Sanggau, Sintang dan Lawai.
•
1759 : Muhammad Aliuddin Aminullah menjadi Sultan
Banjar XIII sampai tahun 1761.
•
1761 : Susuhunan Nata Alam adalah Sultan Banjar
XIV sampai tahun 1801, sebelumnya sebagai wali Putra Mahkota yang masih
kecil.
•
1762 : Umar Akamuddin I
menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1793. Di Brunei, Omar Ali Saifuddin I
menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1795.
•
1765 : Amiril Pengiran
Maharajadinda menjabat Raja Tidung sampai tahun 1782.
•
1766 : Sultan Ibrahim
Alam Syah menjadi Sultan Pasir III sampai tahun 1786.
•
23
Oktober 1771 : Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie yang
pada tahun 1778 direstui VOC-Belanda sebagai Sultan Pontianak I berkuasa sampai
tahun 1808. Pendirian kerajaan baru di muara sungai
Landak ini semula diprotes oleh Kerajaan Landak.
•
1772
: Sayyid Idrus Alaydrus, menantu Sultan Mahmud Badaruddin I dari Kesultanan
Palembang diangkat VOC-Belanda menjadi Yang DiPertuan Kerajaan Kubu yang
pertama, memerintah sampai tahun 1795.
•
1775
: La Pangewa, pemimpin orang Bugis-Pagatan direstui Sultan Tahmidullah II
sebagai raja pertama Kerajaan Pagatan, setelah menggempur Pangeran Amir (Raja
Kusan I) yang menyingkir hingga ke Kuala Biaju.
•
1777 : Republik Lanfang
sebuah negara Hakka di Kalimantan Barat didirikan oleh Low Fang Pak sampai
akhirnya dihancurkan oleh VOC-Belanda di tahun 1884.
•
1778 : Menurut akta
tanggal 26 Maret 1778 Landak dan Sukadana diserahkan kepada Kompeni Belanda
oleh Sultan Banten. Inilah wilayah yang mula-mula menjadi milik VOC.
•
1778 : Aji Muhammad
Aliyeddin menjadi Sultan Kutai Kartanegara XIV sampai tahun 1780.
•
1780 : Aji Muhammad
Muslihuddin menjadi Sultan Kutai Kartanegara XV sampai tahun 1816.
•
1782 : Amiril Pengiran
Maharajalila III menjadi Raja Tidung sampai tahun 1817.
•
28 September 1782 :
Pemindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara dari Pemarangan ke Tepian
Pandan.
•
1785
: Pangeran Amir dibantu Arung Tarawe menyerang Tabaneo dengan pasukan 3000
orang Bugis-Paser berkekuatan 60 buah perahu untuk menuntut tahta Kesultanan
Banjar dari Tahmidullah II.
•
1786 : Ratu Agung
menjadi Sultan Pasir II sampai tahun 1788.
•
14
Mei 1787 : Pangeran Amir ditangkap Kompeni Belanda, kemudian diasingkan ke
Srilangka.
•
13 Agustus 1787 : Sultan
Tahmidullah II menyerahkan kedaulatan Kesultanan Banjar kepada VOC menjadi
daerah protektorat dengan Akte Penyerahan di depan Residen Walbeck, setelah
VOC-Belanda berhasil menyingkirkan Pangeran Amir, rivalnya dalam perebutan
tahta. Sebagian besar Kalimantan diserahkan menjadi properti perusahaan VOC.
•
1788
: Sultan Dipati Anom Alamsyah menjadi Sultan Pasir III sampai tahun 1799.
Sultan ini menikahi Ratu Intan I yaitu Ratu dari Tjangtoeng dan Batoe Litjin.
•
1789 : Sultan Pontianak
dengan dukungan Belanda melakukan serangan terhadap Panembahan Mempawah dengan
tujuan merebut wilayah Panembahan Mempawah. Kongsi Lan Fong kemudian juga
mengirimkan pasukannya membantu pasukan Sultan Pontianak. Panembahan Mempawah
kalah kemudian Raja Panembahan Mempawah mengundurkan dirinya ke daerah Karangan
dan kemudian menetap di sana.
•
1790 : Abubakar Tajuddin I menjadi Sultan
Sambas sampai tahun 1814.
•
1795 : Muhammad Tajuddin menjadi Sultan Brunei
IX sampai tahun 1807. Memerintahkan Khatib Haji Abdul Latif menuliskan Silsilah
Raja-Raja Brunei serta memerintahkan supaya membuat rumah wakaf untuk jamaah
haji Brunei di Mekkah.
•
1797
: Kedaulatan atas daerah Paser dan
Pulau Laut diserahkan VOC kembali kepada Sultan Banjar, Tahmidullah II.
•
1799
: Sultan Sulaiman II Alamsyah menjadi Sultan Pasir IV sampai tahun 1811.
2.
Zaman
Hindia Belanda
•
1801
: Sulaiman Saidullah II menjadi Sultan Banjar XV sampai tahun 1825.
•
1806 : Muhammad Jamalul
Alam I menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1807.
•
1806 : 11 Agustus 1806
Keraton Banjar berganti nama dari Bumi Kencana menjadi Bumi Selamat.
•
1807 : Muhammad Kanzul
Alam menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1829.
•
1808
: Syarif Kasim Alkadrie menjadi Sultan Pontianak II sampai tahun 1819.
•
1810 : Sultan Alimuddin
menjadi sultan pertama Kesultanan Sambaliung, pecahan Kesultanan Berau yang
dibagi dua.
•
1811
: Sultan Ibrahim Alamsyah menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1815.
•
1812 : Alexander Hare
menjadi Resident-commissioner bagi pemerintahan Inggris di Banjarmasin.[9]
•
1814 : Ratu Imanuddin
memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Kotawaringin dari Kotawaringin Lama ke
Pangkalan Bun.
•
1814 : Muhammad Ali
Syafeiuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1828.
•
1815 : Sultan Mahmud Han
Alamsyah menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1843.
•
1816 : Aji Muhammad
Salehuddin menjadi Sultan Kutai XVI sampai tahun 1845.
•
1817 : Amiril Tadjoeddin
menjabat Raja Tidung sampai tahun 1844.
•
1817 : 1 Januari 1817
Kontrak Persetujuan Karang Intan I antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan
Hindia Belanda diwakili Residen Aernout van Boekholzt.
•
1819
: Syarif Osman Alkadrie menjadi Sultan Pontianak III sampai tahun 1855. Ia
ditunjuk Pemerintah Hindia Belanda untuk memimpin Afdeeling Pontia nak.
•
1820 : Zainul Abidin II
bin Badruddin (1820 - 1834) menjadi Sultan Gunung Tabur I, pecahan dari
Kesultanan Berau. Pangeran Musa menantu
Sultan Sulaiman dari Banjar menjadi Raja Kusan II sampai tahun 1830.
•
1823 : 13 September 1823
: Kontrak Persetujuan Karang Intan II antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan
Hindia Belanda diwakili Residen Mr. Tobias.
•
1825 : Adam Alwasikh
Billah menjadi Sultan Banjar XVI sampai tahun 1857. Di Brunei, Muhammad Alam
menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1828.
•
1825
: Bulan Juli 1825, Pangeran Aji Jawi, Raja Tanah Bumbu menjalin kontrak dengan
Hindia Belanda.
•
1826 : Setelah serangan
penaklukan keraton Banjar di Banjarmasin pada tahun 1826, Hindia Belanda telah
membuat aturan daerah mana saja yang masih dikuasai Kesultanan Banjar dan
menentukan pembagian wilayah-wilayah.
•
1828 : Usman Kamaluddin
menjadi wali Sultan Sambas sampai tahun 1832.
•
1829 : Omar Ali
Saifuddin II menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1852.
•
1830
: Pangeran M. Nafis bin Pangeran Musa menjadi Raja Kusan III sampai tahun 1840.
•
1832 : Umar Akamuddin
III menjadi wali Sultan Sambas sampai tahun wafat 22 Desember 1846.
•
1835: Zending dari
Jerman mulai bekerja di selatan Kalimantan.[10]
•
1837 : Berdirinya
swapraja Kerajaan Matan berdiri dengan rajanya Panembahan Anom Kusuma Negara.
•
1840 : Pangeran Jaya Sumitra bin Pangeran M. Nafis
menjadi Raja Kusan IV sampai tahun 1850.
•
24 September 1841 :
James Brooke diangkat menjadi gubernur Sarawak
•
1841 : Pangeran Aji Jawi, Raja Tanah Bumbu
mangkat. Pangeran Mangku Bumi menjadi Raja Sampanahan, Pangeran Muda Muhammad
Arifbillah menjadi Raja Cengal, Manunggul, Bangkalaan, sedangkan Raja Aji
Mandura sebagai Raja Cantung.
•
18 Agustus 1842 : James
Brooke diberi gelar Rajah oleh Sultan Brunei. James Brooke menguasai wilayah
Sarawak yang paling barat hingga kematiannya pada 1868.
•
1843 : Sultan Adam II Aji Alamsyah menjadi Sultan
Pasir sampai tahun 1853.
•
1844 : Amiril Pengiran
Djamaloel Kiram menjabat Raja Tidung sampai tahun 1867.
•
11 Oktober 1844 : Sultan
Kutai mengakui pemerintahan Hindia Belanda dan mematuhi pemerintah Hindia
Belanda di Kalimantan yang diwakili oleh seorang Residen yang berkedudukan di
Banjarmasin.
•
1845 : Swapraja Kerajaan
Matan dipimpin oleh Panembahan Muhamamad Cabran dari tahun 1845-1908.
•
18 Maret 1845 : Kontrak
dengan Hindia Belanda mengenai wilayah Kesultanan Banjar. Wilayah baru ini
lebih kecil dibanding dengan sebelumnya, yaitu hanya daerah inti dari
Kesultanan Banjar dan tidak mempunyai akses ke laut. Dan Belanda mengangkat
gubernur bernama Weddik. [5]
•
1846 : Raja Aji Mandura, menggabungkan negeri
Buntar-Laut dengan Kerajaan Cantung, sehingga ia menjadi Raja Cantung dan
Buntar-Laut.
•
1846 : Abu Bakar
Tadjuddin II menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1854. Masa pemerintahan Ratu Intan II, ratu dari Bangkalaan, Manoenggoel dan
Tjingal.
•
28 September 1849 :
Gubernur Jenderal J.J. Rochussen datang ke Pengaron di Kesultanan Banjar untuk
meresmikan pembukaan tambang batu bara Hindia Belanda pertama yang dinamakan
Tambang Batu Bara Oranje Nassau Bentang Emas.
•
1850 : Pangeran Akhmad
Hermansyah menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1865. Aji Muhammad Sulaiman
menjadi Sultan Kutai XVIII sampai tahun 1899. Pangeran Jaya Sumitra menjadi Raja Pulau Laut I sampai tahun 1861.
•
1852 : Abdul Momin
menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1885.
•
8 Agustus 1852 : Tanpa persetujuan Sultan Adam, Pangeran
Tamjidillah II diangkat menjadi Sultan Muda oleh Pemerintah Hindia Belanda
merangkap Mangkubumi di Kesultanan Banjar. Hindia Belanda dan Tamjidilah II
sudah membangun konsesus dalam mendapatkan tanah apanase di Pengaron sebagai
wilayah pertambangan batu bara.
•
1853 : Pemerintah Hindia
Belanda menempatkan J. Zwager sebagai Asisten Residen di Samarinda. Sultan
Sepuh II Alamsyah menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1875.
•
1854 : Umar Kamaluddin
menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1866.
•
1855 : Syarif
Hamid Alkadrie menjadi Sultan Pontianak IV sampai tahun 1872.
•
9 Oktober 1856 : Hindia Belanda mengangkat Hidayatullah II
sebagai Mangkubumi Banjar untuk meredam pergolakan di Kesultanan Banjar atas
tersingkirnya Pangeran Hidayatullah yang didukung oleh kaum ulama dan bangsawan
keraton serta telah mendapat wasiat dari Sultan Adam sebagai Sultan Banjar.
•
30 April 1856 : Pangeran
Hidayatullah II menandatangani persetujuan pemberian konsesi tambang batu bara
kepada Hindia Belanda karena pengangkatannya sebagai Mangkubumi Banjar.
•
1857 : Tamjidillah
Alwasikh Billah diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar XVII sampai tahun 1860
kemudian dimakzulkan dan dikirim Belanda ke Bogor.
•
11 November 1858 : Pertama kali meletusnya Perang Banjar,
dipimpin Pangeran Antasari.
•
18 April 1859 : Penyerangan terhadap tambang Oranje Nassau
dipimpin langsung oleh Pangeran Antasari dibantu oleh Pembekal Ali Akbar dan
Mantri Temeng Yuda atas persetujuan Pangeran Hidayatulah II.
•
25 Juni 1859 : Hindia Belanda memakzulkan Tamjidillah II
sebagai Sultan Banjar sebagai hasil kesepakatan Mangkubumi Pangeran
Hidayatullah II dan Kolonel Andresen untuk memulihkan keadaan. Dengan siasat
menempatkan Pangeran Hidayatullah sebagai Sultan Banjar dan menurunkan
Tamjidillah II karena Belanda menilai penyerangan tambang mereka berkaitan
dengan kekuasaan di Kesultanan Banjar.
•
27 September 1859 :
Belanda berhasil menduduki benteng pasukan Pangeran Antasari di Gunung Lawak.
•
5 Februari 1860 : Belanda
mengumumkan bahwa jabatan Mangkubumi Pangeran Hidayat dihapuskan.[11]
•
11 Juni 1860 : Residen
Belanda, I. N. Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan kerajaan di seluruh
Kalimantan, termasuk pemerintahan Kesultanan Banjar.
•
1860 : Pangeran Syarif Ali Alaydrus putera dari
Syarif Idrus Alaydrus raja Kerajaan Kubu diangkat Belanda menjadi Raja Sabamban
I
•
1861 : Pangeran
Abdul Kadir menjadi Raja Pulau Laut II sampai tahun 1873.
•
14 Maret 1862 : Pangeran Antasari ditabalkan sebagai
Panembahan (Sultan Banjar XVIII) oleh para kepala suku Dayak yang dipimpin oleh
Kiai Yang Pati Jaya Raja, adipati (gubernur) wilayah Tanah Dusun, Kapuas dan
Kahayan.
•
11 Oktober 1862 : Pangeran Antasari (Pahlawan Nasional)
mangkat karena penyakit cacar.
•
1862 : Gusti Muhammad Seman menjadi Sultan Banjar
XIX dalam pemerintahan Pagustian sampai gugur di tembak Belanda pada tahun 1905.
•
1863 : Suku Iban
bermigrasi ke daerah hulu sungai Saribas dan sungai Rajang, dan menyerang suku
Kayan di daerah hulu sungai-sungai dan terus maju ke utara dan ke timur. Perang
dan serangan pengayauan menyebabkan suku-suku lain terusir dari lahannya.
•
27 Februari 1864 : eksekusi Demang Lehman di tiang gantungan
di tanah lapang Martapura.
•
1865 : Pangeran Ratu
Anom Kusuma Yudha menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1904.
•
16 Agustus 1866 :
Muhammad Syafeiuddin II menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1924.
•
1867 : Datoe
Maoelana/Ratoe Intan Doera menjabat Raja Tidung sampai tahun 1896.
•
1872 : Syarif Yusuf Alkadrie menjadi Sultan
Pontianak V sampai tahun 1895.
•
1873
: Pangeran Berangta Kasuma menjadi Raja Pulau Laut III sampai tahun 1881.
•
1875 : Pangeran Aji
Inggu putera Sultan Sepuh II Alamsyah menjadi Raja Pasir sampai tahun 1876.
•
1876 : Perang Sukadana
dengan Pontianak, pelabuhan Sukadana akhirnya ditutup. Sultan Abdur Rahman
Alamsyah (1876 - 1896) dinobatkan oleh rakyat menjadi Sultan Pasir di Benua dan
Sultan Muhammad Ali (1876 - 1898) dinobatkan oleh Belanda menjadi Sultan Pasir
di Muara Pasir.
•
1877 : Abdul Momin
membuat perjanjian dengan Gustavus Baron de Over-back dan Alfred Dent mengenai
penggadaian terhadap wilayah-wilayah Brunei di Sabah.
•
1881 : Sabah diambil
alih oleh British North Borneo Company kemudian menjadi protektorat Britania
Raya dengan masalah internal tetap diadministrasi oleh perusahaan tersebut
tahun 1888. Pangeran Amir Husin Kasuma
menjadi Raja Pulau Laut IV sampai tahun 1900.
•
1885 :Hashim Jalilul
Alam Aqamaddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1906.
•
1894 : Pertemuan
suku-suku Dayak di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah untuk mengakhiri tradisi
ngayau.
•
1895 : Pencatatan
penduduk Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo terdiri : 598 orang Eropa, 4.525
orang China, 1.534 orang Arab, 116 orang Timur Asing serta 803.013 orang
Bumiputera. Syarif Muhammad Alkadrie
menjadi Sultan Pontianak VI sampai tahun 1944.
•
1896 : Datoe Adil
menjabat Raja Tidung sampai tahun 1916.
•
1898 : Kevakuman
pemerintahan Kesultanan Pasir sampai tahun 1899 karena diambil alih Belanda.
•
1899 : Residen C.A
Kroesen memimpin Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo. Aji Muhammad Alimuddin
menjadi Sultan Kutai XIX sampai 1910. Sultan Ibrahim Khaliluddin menjadi Sultan
Pasir sampai tahun 1908.
•
1903 : Sultan Brunei
mengutus surat kepada Sultan Abdul Hamid II, Turki Usmaniyah karena Limbang
(wilayah Brunei) direbut oleh Charles Brooke pada tahun 1890.
•
1905 : Pangeran Ratu
Sukma Negara menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1913.
•
24 Januari 1905 : Sultan Muhammad Seman, putra dari Pangeran
Antasari gugur melawan Belanda di pedalaman sungai Barito.
•
15 September 1905 : Panglima Batur digantung Belanda.
•
1906 : Sultan Hashim
Jalilul Alam Aqamaddin menandatangani Perjanjian Protektorat Inggris atas
Brunei dan menerima Sistem Residen di Brunei. Penggantinya, Muhammad Jamalul
Alam II menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1924.
•
1908 : Gusti Muhammad
Saunan berkuasa di swapraja Kerajaan Matan sejak 1908-1944.
•
1914 : Pangeran Ratu
Sukma Alamsyah menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1939.
•
1919 : Banjarmasin
ibukota Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat otonomi pemerintahan
menjadi Gemeente Bandjermasin.
•
1920 : Untuk menghindari
rodi (erakan) yang dijalankan Belanda gelombang terakhir suku Banjar migrasi
menyusuri jalur selatan Kalimantan Barat, pantai utara Bangka (Belinyu) menuju
Kuala Tungkal dan Tembilahan selanjutnya menyebar ke Sumatera Utara, Batu Pahat
dan Perak, Malaysia. Jalur ini merupakan jalur kuno migrasi Suku Maanyan ke
Madagaskar.
•
14 November 1920 :
Sultan Aji Muhammad Parikesit menjadi Sultan Kutai XX.
•
1923 : Nasional Borneo
Kongres ke-1 diprakarsai oleh Sarekat Islam.
•
1924 : Muhammad Ali
Syafeiuddin II menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1926 dan di Brunei, Ahmad
Tajuddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1950. Di Banjarmasin, J. De Haan
menggantikan kedudukan C.J. Van Kempen sebagai residen Belanda sampai tahun
1929
•
29 Maret-31 Maret 1924 :
National Borneo Congres ke-2, dihadiri Sarekat Islam lokal dan wakil-wakil
Perserikatan Dayak (non Islam).
•
1926 : Muhammad Ibrahim
Syafeiuddin menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1944.
•
1929 : R. Koppenel
menjadi residen Belanda di Banjarmasin sampai tahun 1931.
•
1933 : W.G. Morggeustrom
menjadi residen Belanda di Banjarmasin sampai 1937.
•
12 Juni 1936: Pemerintah
Hindia Belanda menetapkan Tanjung Puting sebagai cagar alam dan suaka
margasatwa.
•
1938 : Residentie Wester
Afdeeling van Borneo dan Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo menjadi sebuah
Kegubernuran Borneo dengan dr. A. Haga sebagai gubernur sampai kedatangan
Jepang. Gemeente Bandjermasin ditingkatkan menjadi Stads Gemeente Bandjermasin.
•
1940 : Pangeran Ratu
Anom Alamsyah menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1948.
•
25 Desember 1941 :
Jepang membom Lapangan Terbang Ulin, Landasan Ulin, Banjarbaru.
9. Zaman Jepang
•
21 Januari 1942 : Jepang
menembak jatuh pesawat Catalina-Belanda di sungai Barito perairan Alalak,
Barito Kuala.
•
8 Februari 1942 : Jepang
memasuki Muara Uya, Tabalong, Gubernur Haga mengungsi ke Kuala Kapuas
selanjutnya menuju pedalaman Barito yaitu Puruk Cahu, dengan rencana untuk
merebut kembali ibukota Borneo (Banjarmasin) dengan perang gerilya.
•
10 Februari 1942 :
Tentara Jepang memasuki Banjarmasin, ibukota Borneo (Kalimantan).
•
12 Februari 1942 :
Tentara Jepang mengeluarkan maklumat kota Banjarmasin dan daerahnya diserahkan
kepada Pimpinan Pemerintahan Civil.
•
3 Maret 1945 : Misi
operasi Platypus mulai dijalankankan di Balikpapan.[12]
•
5 Maret 1942 : A.A
Hamidhan menerbitkan surat kabar Kalimantan Raya di Banjarmasin.
•
18 Maret 1942 : Kiai Pangeran Musa Ardi Kesuma ditunjuk
Jepang sebagai Ridzie, penguasa tertinggi pemerintah sipil meliputi wilayah
Banjarmasin, Hulu Sungai dan Kapuas-Barito.
•
1944
: Syarif Thaha Alkadrie menjadi Sultan Pontianak VII sampai tahun 1945.
Muhammad Taufik menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1984.
•
17 April 1945 : Rakyat
Banjarmasin mulai diwajibkan memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada
setiap tentara Jepang baik yang naik sepeda, mobil dan sebagainya.
10. Zaman NICA dan
Federalisme
•
1945 : Sultan
Hamid II menjadi Sultan Pontianak VIII sampai tahun 1950.
•
6 Mei 1945 : Pembentukan
TRI pasukan MN 1001, MKTI (MN=Muhammad Noor)
•
2 September 1945 :
Pemerintahan Sukarno-Hatta melantik Ir. H. Pangeran Muhammad Noor sebagai
gubernur Kalimantan.
•
17 Oktober 1945 :
Penerjunan pertama pasukan payung Republik Indonesia di Desa Sambi, Arut Utara,
Kotawaringin Barat (Palagan Sambi). Tanggal ini menjadi Hari Jadi Paskhas TNI
AU.
•
9 November 1945 :
Pertempuran di Banjarmasin melawan Belanda.
•
31 Januari 1946 : Di
Yogyakarata, Presiden Sukarno menerima 32 pemuda Kalimantan[13]
•
1946 : Pemerintahan
perusahaan British North Borneo Company berakhir dan Sabah menjadi koloni dari
British North Borneo sampai menjadi federasi Malaysia pada 1963.
•
17 Mei 1949 : Proklamasi
Kalimantan oleh Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan oleh
Letkol. Hasan Basry (Pahlawan Nasional).
•
1950 : Omar Ali
Saifuddin III menjadi Sultan Brunei 1967.
•
18 April 1950 :
Pembubaran Dewan Dayak Besar, Dewan Banjar dan Federasi Kalimantan Tenggara.
11. Zaman modern
•
14 Agustus 1950 :
Pembentukan provinsi Kalimantan setelah bubarnya RIS dengan gubernur dr.
Moerjani, tetap diperingati sebagai Hari Jadi Propinsi Kalimantan Selatan.
•
23 September 1953 : Wafatnya Ratu Zaleha, putri Sultan Muhammad
Seman, tokoh emansipasi wanita Kalimantan, sebelumnya diasingkan di Cianjur.
•
4 Oktober 1956 : Sidang
Kabinet memutuskan untuk memekarkan Propinsi Kalimantan menjadi tiga provinsi
otonom.
•
7
Desember 1956 : Kalimantan dipecah menjadi provinsi Kalimantan Selatan,
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
•
23
Mei 1957 : Pembentukan provinsi Kalimantan Tengah dimekarkan dari Kalimantan
Selatan.
•
8 Desember 1962 :
Revolusi Brunei pecah yang dipimpin oleh Yassin Affandi dan pemberontak
bersenjatanya (Tentara Nasional Kalimantan Utara).
•
1963 : Sabah dan Sarawak
bergabung dalam federasi Malaysia.
•
1967 : Haji Hassanal
Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah menjadi Sultan Brunei XXIX hingga kini.
•
4 Januari 1979 : Brunei
dan Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan.
•
1 Januari 1984 : Brunei
Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
•
1984 : Pangeran Ratu
Winata Kusuma sebagai kepala rumah tangga Kesultanan Sambas.
•
12 Mei 1984 : Penetapan
Taman Nasional Tanjung Puting oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
•
1999 : Haji Aji Muhammad
Salehuddin II menjadi Raja Kutai Kartanegara XXI hingga kini.
•
26 Mei - 29 Mei 2008 :
Rakernas I Majelis Adat Dayak Nasional di Palangkaraya menuntut Otonomi Khusus
untuk Kalimantan
12.
Referensi
borneol
definition
'Baru
nah'
(ms)Johannes
Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan
Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu
Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
^ (id) Amir Hasan Kiai Bondan, Suluh
Sedjarah Kalimantan
Characteristics of the Diocese Diocese of
Palangka Raya
R. Suntharalingam, The British in
Banjarmasin: An Abortive Attempt in Settlement 1700-1707
Buginese on Borneo
(id) Rosihan Anwar, Sejarah kecil
"petite histoire" Indonesia, Jilid 1, Penerbit Buku Kompas, 2004 ISBN
979-709-141-4, 9789797091415
(id) Th. van den End, Ragi Carita 1, Jilid
1 dari Ragi carita: sejarah gereja di Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1987, ISBN
979-415-188-2, 9789794151884
(id) Tamar Djaja, Pustaka Indonesia:
riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Volume 2, Bulan Bintang, 1966
(en) A. B. Feuer, Australian commandos:
their secret war against the Japanese in World War II, Stackpole Military
history series, Stackpole Books, 2006, ISBN 0-8117-3294-0, 9780811732949
Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo
Toer, Ediati Kamil, Kronik revolusi Indonesia, Volume 1, Kepustakaan Populer
Gramedia, 1999 ISBN 9799023270, 9789799023278]. Diakses 3 September 2010