Manaqib
Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus bin Asy-Syarif As-Sayyid Abdurrahman
Al-Idrus Sabamban Kal-Sel
Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus adalah
pendiri dari kerajaan Sabamban dengan nama lain yang dikenal oleh masyarakat
setempat “ Makam Keramat Dermaga “
(Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan) pada pertengahan abad ke-18, kurang
lebih hampir bersamaan dengan periode pemerintahan Sultan Adam (Raja Banjar
ke-12 periode 1825-1857).
Orang tua Sultan Asy-Syarif Ali Al-Idrus yaitu
Asy-Syarif Al-Habib Abdurrahman Al-Idrus
adalah anak dari Sultan Asy-Syarif Al-Habib
Idrus Al-Idrus pendiri dari Kerajaan
Kubu pertama, sedangkan Uminya Syarifah Aisyah Al-Qadri Jamalullail
adalah putri Sultan Asy-Syarif Al-Habib Abdurrahman Al-Qadri Jamalullail pendiri
Kerajaan Pontianak dari istri yang
bernama Putri Utin Chandra Midi yang bergelar Sri Paduka Ratu Sultan putri
ketiga dari Panembahan Mempawah Opu Daeng Menambun bin Daeng Rilaga.
Perkawinan Asy-Syarif Al-Habib Abdurrahman Al-Idrus
dengan Syarifah Aisyah Al-Qadri Jamalullail, lahirlah 6 (enam) orang putra
yaitu :
1. Asy-Syarif
Al-Habib Ali Al-Idrus
2. Asy-Syarif
Al-Habib Aqil Al-Idrus
3. Asy-Syarif
Al-Habib Husein Al-Idrus
4. Asy-Syarif
Al-Habib Dayud Al-Idrus
5. Asy-Syarif
Al-Habib Saggaf Al-Idrus
6. Asy-Syarif
Al-Habib Alwi Al-Idrus
Jadi keluarga dari sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali
Al-Idrus Sabamban mempertemukan 2 jalur darah kerajaan Kalimantan, yaitu dari
jalur Raja Kubu (Al-Idrus) dan Raja Pontianak (Al-Qadri Jamalullail).
Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus diasuh serta
dibina dua kerajaan besar yaitu Kerajaan Kubu dan Kerajaan Pontianak dan dibina
oleh Abahnya sendiri juga dibina oleh Ami-aminya yang salah satu Aminya
menjabat Kesultanan Ambawang pertama yaitu Sultan Asy-Syarif Al-Habib Alwi
Al-Idrus.
Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus pendiri
kerajaan Sabamban yang merupakan cucu dari Tuan Besar Raja Kubu Sultan
Asy-Syarif Al-Habib Idrus Al-Idrus ini pada awalnya beliau menetap di daerah
Kubu bersama keluarga Abahnya dari kerajaan Kubu, pada masa itulah beliau
mendapatkan istri dan berputra dua orang yaitu Asy-Syarif Al-Habib Hasan
Al-Idrus dan Asy-Syarif Al-Habib Abu Bakar Al-Idrus.
Karena ada suatu konflik keluarga di Kubu, akhirnya
Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus suka berkunjung ke tempat Kakeknya dari
Umi di Pontianak yang merupakan Raja Pontianak, dari sana beliau mendapatkan
informasi tentang jalur ke Kalimantan Selatan, karena kakeknya sering berlayar
ke Negeri Banjar dari Mempawah dan tinggal di Negeri Banjar selama empat bulan,
kemudian berlayar lagi ke Negeri Pasir (Kutai) dan berhenti di situ selama tiga
bulan, setelah itu kembali ke Negeri Banjar setelah dua bulan menetap di sana,
kakeknya Sultan Asy-Syarif Al-Habib Abdurrahman Al-Qadri Jamalullail di
kawinkan dengan Putri Sultan Sepuh, Saudara dari Panembahan Batu yang
bernama Ratu Syahbanun. Sebelum kawin, Kakeknya yang bernama Asy-Syarif
Al-Habib Abdurrahman Al-Qadri Jamalullail di lantik oleh Panembahan Batu
menjadi Pangeran dengan gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam.
dua tahun kemudian Syarif Abdurrahman Al-Qadri Jamalullail kembali ke Negeri
Mempawah, setahun kemudian kembali lagi ke Negeri Banjar, selama empat tahun di
Banjar beliau memperoleh dua orang anak. Anak yang laki-laki diberi nama Syarif
Alwi diberi gelar Pangeran Kecil dan yang perempuan bernama Syarifah
Salmah diberi gelar Syarifah Putri.
Dari kisah Kakeknya ini akhirnya Asy-Syarif Al-Habib
Ali Al-Idrus tambah mantap tekatnya untuk pergi ke negeri Banjar
apalagi ada ajakan dari Abahnya Asy-Syarif Al-Habib Abdrurrahman bin Sultan Asy-Syarif
Al-Habib Idrus Al-Idrus, ikut serta pula Sepupunya Asy-Syarif
Al-Habib Ja’far bin Abu Bakar keturunan dari Asy_syarif Al-Habib Mustafa bin
Sultan Asy-Syarif Al-Habib Idrus Al-Idrus dan juga Aminya Asy-Syarif
Al-Habib Zain bin Sultan Asy-Syarif Al-Habib Idrus Al-Idrus, memutuskan
untuk hijrah ke Banjar dengan meninggalkan istri serta kedua putranya yang
masih berdiam di Kerajaan Kubu. Beliau berlayar melalui sungai Kapuas ke laut
lepas lalu masuk sungai Barito hingga sampai ke daerah Sabamban di daerah
Banjar Kalimantan Selatan, lalu beliau membuka wilayah pemukiman dan mendirikan
kerajaan Sabamban serta beliau diminta menjadi Raja Sabamban pertama yang
bergelar Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus.
Masyarakat Banjar umumnya pada waktu itu terbagi
menjadi dua golongan sosial masyarakat yaitu : golongan Masyarakat Jaba ( awam
) dan golongan Tutus. Golongan masyarakat Jaba adalah golongan pengabdi kepada
golongan masyarakat Tutus, sedangkan golongan Tutus itu sendiri adalah golongan
masyarakat yang memiliki keturunan bangsawan Raja atau istilahnya darah biru.
Masyarakat Banjar umumnya percaya golongan Tutus memiliki kekuatan Bathin /
Rohani yang tidak bisa ditandingi oleh golongan masyarakat Jaba. Kedudukan Raja
di anggap sebagai pelindung dan pemelihara masyarakat dari malapetaka dan
bencana, dan Tahta memiliki kekuatan gaib yang hanya mampu di duduki oleh orang
dari golongan Tutus. Istilah Tutus itu sendiri mengacu kepada pengertian
kekuatan irasional yang berarti seorang Tutus itu adalah orang yang suci dan
terlepas dari unsur-unsur duniawi serta pengaruhnya. Demikian pula halnya
dengan tahta kerajaan yang dianggap bukan benda duniawi yang mana tahta di
datangkan dari luar dunia, tahta adalah barang suci yang terbebas dari pengaruh
dunia, oleh karena itu tahta hanya bisa diduduki orang Tutus, dan jika tidak
maka itu akan menimbulkan bencana dan malapetaka. Jadi Raja dan Tahta adalah
dwitunggal sebagai wujud kekuasaan religius dan pemerintahan.
Hal itu yang kemungkinan menyebabkan kenapa
masyarakat Sabamban waktu itu meminta Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus
menjadi Sultan Sabamban, karena Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus
itu sendiri kalau Nasabnya di telusuri ke atas baik Nasab dari Abah maupun Umi
beliau adalah merupakan Keturunan Bani Alawi Dzurriyatur-Rasul yang dikenal
orang seluruh dunia dimana keturunan ini menurunkan para Imam, Auliya, Sholihin
serta Shidiqin. Juga Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus merupakan
keturunan daripada Raja-Raja besar seperti ; Kubu, Pontianak, Mempawah serta
Mataram di Jawa. Hal itu tercermin dari pribadi Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali
Al-Idrus yang selain menjabat Raja Sabamban juga berperan sebagai Ulama yang
giat menyebarkan agama Islam di wilayah Kalimantan, khususnya wilayah yang
pernah beliau singgahi.
Pada saat Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus
menjadi Raja Sabamban ini, beliau menikah lagi dengan tiga wanita, antara lain
; putri
dari kesultanan Bone, putri dari Kesultanan Banjar di daerah
Nagara Hulu Sungai Selatan, serta putri dari kesultanan Makasar. Dari
ketiga istri beliau di Banjar Kalimantan Selatan serta seorang istri beliau di
Kubu Kalimantan Barat, Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus memiliki 12
putra yaitu :
Dari istri pertama di Kubu :
1. Asy-Syarif
Al-Habib Hasan Al-Idrus (Makamnya dekat makam Raja Sabamban)
2. Asy-Syarif
Al-Habib Abu Bakar Al-Idrus ( Makamnya di Angsana, di Pantai)
Dari istri kedua putri kesultanan Bone Sulawesi
Selatan :
3. Asy-Syarif
Al-Habib Mustafa Al-Idrus (Makamnya di Tatatakan, depan Masjid Tambarangan
Kabupaten Tapin)
4. Asy-Syarif
Al-Habib Thoha Al-Idrus (Makamnya di Batulicin, Tanah Bumbu)
5. Asy-Syarif
Al-Habib Hamid Al-Idrus (Makamnya di Batulicin, Tanah Bumbu)
6. Asy-Syarif
Al-Habib Ahmad Al-Idrus (Makamnya di Batulicin, Tanah Bumbu)
Dari istri ketiga putri Kesultanan Banjar di daerah
Nagara Hulu Sungai Selatan:
7. Asy-Syarif
Al-Habib Thohir Al-Idrus ( Makamnya di Kalimantan Barat )
8. Asy-Syarif
Al-Habib Umar Al-Idrus (Makamnya di Terjun, Kotabaru)
9. Asy-Syarif
Al-Habib Husein Al-Idrus (Makamnya di Kotabaru)
10. Asy-Syarif
Al-Habib Sholeh Al-Idrus (Makamnya di Angsana, di Pantai)
Dari istri keempat putri Sultan Makasar Sulawesi
Selatan :
11. Asy-Syarif
Al-Habib Muhammad Al-Idrus (Makamnya di Angsana, di Pantai)
12. Asy-Syarif
Al-Habib Utsman Al-Idrus (Makamnya di Pagatan, Tanah Bumbu)
Pada masa Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus
menjabat sebagai Raja Sabamban itulah daerah ini mulai berkembang ramai dan
makmur, banyak para pedagang dari luar daerah berdatangan ke Sabamban. Dan dari
para pedagang itulah tersebar berita tentang keberadaan serta kemasyhuran
kerajaan Sabamban, sehingga sampailah berita itu ke tanah kelahiran Sultan
Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus di Kubu dan Pontianak Kalimantan Barat. Yang
mana ketika kedua anak beliau dari istri pertama di Kubu Kalimantan Barat yaitu
Asy-Syarif Al-Habib Hasan Al-Idrus dan Asy-Syarif Al-Habib Abu Bakar Al-Idrus
mendengar berita tentang keberadaan Abahnya di Sabamban akhirnya memutuskan
menyusul Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus ke Sabamban serta menetap di
sana bersama Abah dan saudara-saudara sebapak-lain ibu mereka.
Menjelang De Banjarmasinche Krijg ( Perang Banjar )
yang di mulai dari tahun 1859 M itulah, Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus
wafat, lalu jabatan sebagai Raja Sabamban kedua yang seharusnya dijabat oleh Asy-Syarif
Al-Habib Mustafa Al-Idrus selaku putra Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus
yang pertama yang lahir di Negeri Banjar, akan tetapi karena beliau tidak
berkenan dan tidak menginginkan kedudukan itu, maka keponakan beliau yang jadi
yaitu Asy-Syarif Al-Habib Gasim bin Asy-Syarif Al-Habib Hasan bin Sultan
Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus itulah yang menjabat sebagai Raja
Sabamban II.
Setelah wafatnya dua Raja yang sangat gigih
menentang Belanda yaitu: Raja Sabamban I Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali
Al-Idrus menjelang De Banjarmasinche Krijg serta wafatnya Sultan Adam Raja
Banjar ke-12 pada tanggal 1 November 1857, maka pemerintah kolonial Belanda
sebagai penjajah Indonesia termasuk Kalimantan Selatan waktu itu semakin semena-mena
dan terjadilah kekacauan di mana-mana hingga pecahlah perang banjar yang
pertama pada tanggal 28 April 1859 meliputi seluruh wilayah Kalimantan Selatan.
Adapun disebabkan berkobarnya perang dan pemerintah
kolonial Belanda ingin menguasai kerajaan Sabamban beserta asetnya, maka dari
pihak keturunan Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus yang sangat anti pada
penjajah Belanda membumi hanguskan sendiri istana kerajaan Sabamban agar tidak
bisa dikuasai pihak Belanda.
Akan tetapi sampai sekarang kita masih bisa
menjumpai jejak warisan peninggalan kerajaan Sambamban ini berupa kehalusan
Akhlaq budi pekerti para keturunannya serta kedalaman ilmu mereka yang
merupakan Dzurriyatur-Rasul, di samping itu jejak fisik bukti peninggalan ini
kerajaan Sabamban itu bisa kita temui berupa tiang-tiang pilar istana dan
meriam milik kerajaan Sabamban yang sekarang di tempatkan di kantor kecamatan
Angsana, serta makam Raja-Rajanya yaitu Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus
dan Sultan
Asy-Syarif Al-Habib Gasim Al-Idrus yang dikenal masyarakat sebagai “ Makam
Keramat Dermaga “ di dekat pantai Sabamban, Kabupaten Tanah Bumbu,
Kalimantan Selatan, Indonesia.
Akhirnya, sepanjang sejarahnya kerajaan Sabamban ini
hanya dijabat oleh dua orang Raja saja yaitu ; Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali
Al-Idrus sebagai pendiri sekaligus Sultan pertama dan cucu beliau
Sultan Asy-Syarif Al-Habib Gasim Al-Idrus sebagai sultan kedua, hingga
akhirnya kerajaan Sabamban ini hilang dari muka bumi Kalimantan Selatan. Hanya
saja, keturunan beliau hampir semua dijiarahi, yang dianggap makam keramat
(Waliyullah).
Salah satu putra Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali
Al-Idrus yang bernama Asy-Syarif Al-Habib Thahir Al-Idrus (
adiknya Asy-Syarif Al-Habib Mustafa Al-Idrus ) dari Kotabaru merantau
ke Sampit dan di sana kemudian menikah dengan perempuan asal Nagara. Di Sampit
ini beliau memiliki kebun kelapa yang oleh beliau kemudian ditinggalkan karena
Asy-Syarif Al-Habib Thahir Al-Idrus bersama sang istri pulang kampung, ke
daerah asal istrinya di Nagara (Kandangan) . Suatu ketika Asy-Syarif Al-Habib Thahir
Al-Idrus mengunjungi kakeknya di Pontianak yaitu Asy-Syarif Al-Habib Abdurrahman
bin Sultan Kubu Asy-Syarif Al-Habib Idrus Al-Idrus. Akhirnya Asy-Syarif
Al-Habib
Thahir Al-Idrus tak kembali ke tanah Banjar karena meninggal dunia di
Pontianak. Kebun kelapa di Sampit yang dtinggalkan Asy-Syarif Al-Habib Thahir
Al-Idrus dan istrinya itu sebenarnya dititipkan kepada tetangga. Suatu
ketika putra beliau yang tertua Asy-Syarif Al-Habib Ja'far Al-Idrus (saudara
Asy-Syarif Al-Habib Hasan Al-Idrus) ke Sampit untuk melihat-lihat kebun
kelapa itu. Namun si tetangga tak mengakui. Dan, akhirnya muntah darah-lah si
tetangga yang khianat itu. Asy-Syarif Al-Habib Ja'far Al-Idrus
punya anak namanya Asy-Syarif Al-Habib Salim Al-Idrus ( Abahnya Habib Yahya Al-Idrus,
mantan Bupati Pangkalanbun), disamping itu juga ada salah satu buyutnya Asy-Syarif
Al-Habib Thahir Al-Idrus yang bernama Asy-Syarif Al-Habib Ahmad
Al-Idrus Tanjung, selaku yang menangani nasab dan mendata nasab yang
dapat dipercaya sebagai dasar rujukan oleh Maktab Ad-Daimy dan Naqobatul
Asyraaf untuk wilayah Kalimantan.
Kemudian Asy-Syarif Al-Habib Umar Bin Sultan
Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus (Adik Asy-Syarif Al-Habib Mustafa Al-Idrus)
yang bermukim di daerah Tarjun, Kotabaru. Beliau kemudian dikenal sebagai “
Pangeran Tarjun “ menyebarkan agama Islam atau Ulama di sana hingga
akhir hayat beliau dan di makamkan di daerah Tarjun, yang selalu dijiarahi oleh
masyarakat, karena memiliki karomah atau Waliyullah, tepatnya di dekat area
pabrik semen Kotabaru.
Adapun Asy-Syarif Al-Habib Mustafa bin Sultan
Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus setelah pernyataan ketidak inginan
beliau untuk menjadi Sultan, maka beliau lebih memilih mengembangkan syi’ar
agama Islam ke daerah-daerah lain di Kalimantan Selatan khususnya hingga akhir
hayat beliau dan di makamkan depan Masjid Tambarangan di daerah Tatakan
kabupaten Tapin yang terkenal dengan sebutan “ makam Turbah tua / Surgi Syarif
Mustafa “ yang saat ini lagi dalam proses dibangun. Di sebelah makam Asy_syarif
Al-Habib Mustafa bin Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus ini juga
terdapat makam istri kedua beliau. Dan sampai sekarang, makam beliau menjadi
salah satu tempat yang sering dijiarahi oleh masyarakat, Karena menurut cerita
beliau adalah salah satu keturunan Sultan sekaligus Ulama dan Waliyullah yang
memiliki banyak karomah.
Adapun beberapa karomah beliau antara lain :
1. ketika
beliau berbicara dengan Abahnya Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus, suaranya
masih ada di tampat, akan tetapi beliau berdua sudah tidak terlihat lagi karena
sudah jauh menghilang.
2. Apabila
beliau berada di suatu tempat, dan ada orang Belanda yang menunggang kuda atau
naik Kereta Kuda, maka seketika juga kuda itu akan berhenti berjalan dan
menurunkan ekornya menutupi bagian belakangnya.
3. Apabila
beliau berwudhu, sewaktu-waktu beliau menceburkan diri ke sungai atau kolam,
ketika beliau naik ke daratan maka bagian tubuh yang basah hanya daerah wudhu
saja.
4. Ketika
ditembak, peluru hanya menempel di jubah beliau dan ketika dikibaskan maka
peluru itu berjatuhan di tanah, sebagian lagi mengenai pepohonan.
5. Bila
ada burung yang terbang di atas makam beliau maka akan terjatuh seketika.
6. Di
waktu malam hari, makam beliau seperti ada cahaya yang terang.
7. Masyarakat
sekitar kadang-kadang melihat dua ekor Macan yang menjaga makam beliau.
Itulah beberapa karomah beliau yang sering
diceritakan oleh masyarakat setempat dan para keluarga keturunan beliau.
Asy-Syarif
Al-Habib Mustafa bin Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus
meninggalkan beberapa putra dan putri dari tiga orang istri beliau, yaitu ;
Dari putri Bugis di
Batulicin, melahirkan :
1. Asy-Syarif
Al-Habib Muhammad Al-Idrus
2. Syarifah
Syaikha Al-Idrus
Dari istri kedua di
Tatakan yang bernama Alama binti Amidin, keturunan Datu Labas (makamnya di Lok
Paikat, Tapin), melahirkan :
3. Asy-Syarif
Al-Habib Umar Al-Idrus (Makamnya di belakang Masjid Tambarangan)
4. Syarifah
Alaiyah Al-Idrus
5. Syarifah
Qomariah Al-Idrus
6. Syarifah
Masturah Al-Idrus
7. Asy-Syarif
Al-Habib Hasyim Al-Idrus (Makamnya di belakang Masjid Tambarangan).
Dari istri ketiga,
Syarifah Mujenah binti Al-Habib Ali Asseggaf (Kandangan) :
8. Asy-Syarif
Al-Habib Alwi Al-Idrus, tidak memiliki keturunan.
Anaknya Asy-Syarif Al-Habib Mustafa bin Sultan Asy-Syarif
Al-Habib Ali Al-Idrus yang bernama Asy-Syarif Al-Habib Hasyim bin Asy-Syarif
Al-Habib Mustafa Al-Idrus yang bermukim di daerah Tatakan, Rantau Kabupaten
Tapin, memiliki tiga istri dan menurunkan keturunan yang antara lain :
1. Asy-Syarif
Al-Habib Hasan Badri Al-Idrus (domisili Jogja atau Bulungan).
2. Asy-Syarif
Al-Habib Ahmad Al-Idrus (makamnya di Halong, Paringin).
3. Asy-Syarif
Al-Habib Abu Bakar Al-Idrus (makamnya di depan makam Asy-Syarif Al-Habib
Mustafa Al-Idrus).
4. Asy-Syarif
Al-Habib Abdul Hamid Al-Idrus (domisili Rantau)
5. Syarifah
Aminah (domisili Rantau)
6. 6.Syarifah
Zubaidah (domisili dekat komplek makam Asy-Syarif Al-Habib Mustafa Al-Idrus).
7. Syarifah
Aisyah (domisili dekat komplek makam Asy-Syarif Al-Habib Mustafa Al-Idrus).
8. Syarifah
Nurhayati / Ibu Ifah Nur (domisili di depan Polsek Tambarangan)
Asy-Syarif Al-Habib Hasyim bin Asy-Syarif Al-Habib
Mustafa Al-Idrus memiliki kegemaran berjiarah ke makam Syekh Maulana Abdussamad
Al-Palimbangi yang lebih dikenal sebagai “ Datu Sanggul ” (Ulama yang sezaman
dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari). Dan ketika bermunculan
kelompok-kelompok “Gerombolan” di era pasca kemerdekaan antara tahun 1945
sampai tahun 1950, Asy-Syarif Al-Habib Hasyim bin Asy-Syarif Al-Habib Mustafa
Al-Idrus ini merupakan figur tokoh kharismatik yang disegani baik dari pihak
Gerombolan maupun dari pihak pemerintahan. dimana setiap yang memiliki hubungan
dengan Asy-Syarif Al-Habib Hasyim Al-Idrus tidak akan diganggu oleh kelompok
Gerombolan juga tidak akan ditangkap oleh Pemerintah. Beliau merupakan salah
satu tokoh yang giat menyebarkan syi’ar Islam hingga beliau wafat pada tahun
1960 M, dan dimakamkan di belakang Masjid Tambarangan, Tatakan, Kabupaten
Tapin, Kalimantan Selatan dan dikenal sebagai Keramat Betatak.
Mengenai gelar Keramat Betatak ini dikarenakan suatu
ketika beliau hendak shalat subuh dan mengambil air wudhu di sungai, sarung
beliau diinjak dari belakang oleh seorang pria dan seorang wanita yang
menyimpan iri dengki kepada beliau, hingga menyebabkab beliau terjatuh dalam posisi
tengkurap, lalu dua orang tadi yang sebelumnya sudah menyiapkan senjata tajam,
segera menyerang Asy-Syarif Al-Habib Hasyim Al-Idrus. Akan tetapi serangan pria
itu tidak dapat menembus kulit beliau sedikit pun, hanya wanita saja yang dapat
melukai tubuh beliau, begitu juga wanita itu yang segera menyayat punggung
beliau seperti menyayat ikan, namun sayatan itu tidak dapat begitu dalam
melukai beliau, hanya sedalam kurang lebih ½ cm. Selama beberapa hari beliau
berada di pinggir sungai dalam posisi tengkurap namun beliau tidak meninggal,
sampai akhirnya ditemukan dan dibawa oleh sanak keluarga ke rumah, dan beliau
kembali sehat seperti sedia kala hanya dalam tempo beberapa hari. Lain halnya
dengan pria dan wanita pelaku penyerangan itu yang mengalami muntah darah dan
menjadi gila hanya dalam tempo yang singkat setelah aksi jahat mereka, kemudian
rumah mereka pun terbakar beserta pria dan wanita yang telah menjadi gila itu,
dan mereka terbakar hidup-hidup di dalam rumah mereka. Sejak itulah Asy-Syarif
Al-Habib Hasyim Al-Idrus di kenal sebagai Keramat Betatak.
Adapun salah Satu cucu Asy-Syarif Al-Habib Hasyim
Al-Idrus yang bernama Asy-Syarif Al-Habib Muhamad Effendi bin Asy-Syarif
Al-Habib Hasan Badri bin Asy-Syarif Al-Habib Hasyim bin Asy-Syarif Al-Habib Mustafa
bin Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus Raja Sabamban pertama, telah
dinobatkan selaku Imam Mursyid salah satu Thariqah Mu’tabarah pada hari Kamis
16 Ramadhan 1423 / 21-11-2002, oleh Rais Am Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah
Indonesia yaitu Al-Allamah Al-Arif Billah Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin
Hasyim Bin Yahya, Pekalongan (Jateng).
Demikianlah sedikit daripada kisah Raja Sabamban I
Sultan Asy-Syarif Al-Habib Ali Al-Idrus beserta keturunannya yang InsyaAllah
akan bermanfaat, serta akan memberikan Barokah bagi kita semua yang membacanya.
Akhirul kalam, salah dan khilaf adalah semata dari
saya yang dhaif ini dan kebenaran hanyalah kepada Allah Azza Wa Jalla. saya
mohon ampunan atas kesalahan serta mengharapkan keridhoan-Nya. Amin Yaa Rabbal
‘Alamin.
.::SELESAI::.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar