Aji Pangeran Kusumanegara
Aji
Pangeran Koesoemanegara adalah seorang raja di daerah Cantung & Buntar
Laut, sekarang kecamatan Kelumpang Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan.
Pangeran
Koesoemanegara adalah raja Cantung dan Buntar Laut, Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan
Sepertinya
masyarakat di luar Kalimantan Selatan jarang mengetahui nama Pangeran
Koesoemanegara / Adji Darma . Beliau lahir di daerah Tjantoeng (Cantung)yang
sekarang berubah menjadi kecamatan Kelumpang Hulu Kalimantan Selatan. Ayahnya
bernama Adji Madoera/Adji Daha bin Adji Jawa bin Adji Raden bin Adji Negara
(Sultan Sepuh I Alamsyah (1736-1766) bin Adji Geger (Sultan Adji Muhammad
Alamsyah (1703-1726) bin Adji Anom Singa Maulana (1644-1667) bin Adji Mas Anom
Indra (1607-1644) bin Adji Mas Pati Indra (1567-1607) bin Pangeran Abu Mansyur
Indra Jaya (Bangsawan dari Giri tanah Jawa).
Ibunda
Pangeran Koesoemanegara adalah Ratoe (Ratu) Jumantan binti Pangeran Praboenata
(Raja Sampanahan).
Wilayah
Tjantoeng (Cantung) dulunya masuk dalam wilayah kerajaaan "Tanah Boemboe
(Tanah Bumbu)" (Kerajaan : Sampanahan, Bangkalaan, Cengaal, Manoenggoel
(manunggul), Tjantoeng (Cantung), Batoe Licin (Batu Licin) dan Boentar Laoet
(Buntar Laut ) [[1]]. Tanah Bumbu di Kepalai oleh Ratoe Mas (Ratu Mas) , Raja
Tanah Bumbu 3 (1740-1780) binti Pangeran Mangoe (Mangu) , Raja Tanah Bumbu 2
(1700-1740) bin Pangeran Dipati Toeha (Tuha) 2 Raja Tanah Bumbu 1 (1660-1700)
yang di berikan oleh Soeltan Saidoellah/Raden Kasoema Alam (Sultan Saidullah) ,
yang bergelar Panembahan Batoe 1 sebagai Raja Banjar ke 6 (1646-1660) dari trah
Kesultanan Banjar.
Kerajaan
Cantung mulai di kenal pada era Adji Jawa (1825-1841) yang sebelumnya di
Aneksasi oleh Kerajaan Pasir. [[2]] Adji Jawa mengambil alih ke 6 (enam) divisi
: Sampanahan, Bangkalaan, Cengaal, Manunggul, Cantung, Batoe Licin dan Buntar
Laut Ketika menikahi Gusti Katapi binti Gusti Muso [[3]] dan Gusti Kamil binti
Gusti Kamir.Aji Jawa mengadakan "Kontrak Politik" Pada Tanggal 25
Juli 1825 No.24 .
Adji
Jawa melimpahkan kekuasaan Cantung kepada anaknya Adji Madoera / Adji Daha dari
ibunya Gusti Katapi Binti Gusti Muso pada tahun 1841. Semenjak itu Adji Madoera
/ Adji Daha menjadi Raja Cantung pada tahun 1841-1863 menggantikan Ayahandanya
(Adji Jawa). [[4]]
Adji
Madoera / Aji Daha sekitar tahun 1845 juga mengambil alih "Kerajaan Buntar
Laut" dari bibinya Gusti Dandai yang meninggal dunia karena tidak memiliki
keturunan.Sehingga wilayah kekuasaannya menjadi Cantung dan Buntar Laut.[[5]]
Pada
tanggal 10 Oktober 1862 (BT 10 Oktober 1862 No.22) Adji Madoera mengadakan
"Kontrak politik" dengan Pemerintahan Hindia Belanda.
IN
NAAM DES KONINGS
Adji
Madoera memberikan Kekuasaan kepada Anaknya Pangeran Koesoemanegara sekitar
tahun "1864". Semenjak tahun 1864 di mulailah era kepemimpinan Raja
Cantung dan Buntar laut Pangeran koesoemanegara / Adji Darma. [[6]]
Pangeran
Koesoemanegara / Adji Darma sangat di hormati oleh rakyatnya dan di segani oleh
kawan maupun lawan.Di Dalam mengatur roda pemerintahan Pangeran Koesoemanegara
di bantu oleh Datu Tingkan sebagai panglima perangnya. Pangeran Koesoemanegara
/ Adji Darma sering berkomunikasi dengan rakyatnya tanpa pandang bulu.beliau
seorang yang taat di dalam menjalankan syariat islam tanpa menbedakan agama
satu dengan lainnya. Sehingga Pangeran Koesoemanegara / Aji Darma raja Cantung
dan Buntar laut sangat di cintai oleh rakyatnya.
Pangeran
Koesoemanegara / Adji Darma menikah dengan Adji Oetin binti Pangeran Muda
Arifbillah / Aji Samarang (Raja Tanah Boembu (Bangkalaan, Cengaal, Manunggul))
memperoleh anak : 1. Adji Putri Ambar 2. Adji Kurbah
Pada
Masa itu Wilayah kerajaan Cantung dan buntar Laut di bawah Pemerintahan
Kolonial Hindia Belanda. Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma "sangat
menentang" (tidak menyukai) Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda yang di
anggap merugikan Bangsa Indonesia khususnya rakyat Cantung. Kerajaan Cantung
dan Buntar laut mencapai kemakmuran di era kepemimpinan Pangeran Koesoemanegara
/ Adji Darma sehingga membuat iri lawan-lawannya. Banyak cara yang telah di
lakukan lawan-lawanya untuk mengambil "alih kekuasaan" Pangeran
Koesoemanegara / Adji Darma.
Kolonial
Hindia Belanda yang terkenal dengan "politik adu domba" menyusun
strategi untuk menjatuhkan kekuasaan Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma ,
Sehingga sekitar tahun 1890 beliau di anggap makar oleh Kolonial Hindia Belanda
karena ikut membantu "Goesti Arsyad/Sultan Banjar" dalam perang
kemerdekaan/perang melawan penjajahan yang pada akhirnya di internir/exiled
(diasingkan) ke Batavia melalui jalan laut , lalu di teruskan ke Pelabuhan
Panarukan (di bawah karesidenan Besuki) dan selanjutnya di tempatkan di
Bondowoso Jawa Timur dengan pengawalan yang ketat. "(BT 30 Oktober 1901
No.46)"
Ratoe
Jumantan Ibunda Pangeran Koesoemanegara ikut serta hingga ke Bondowoso Jawa
Timur. Ratoe Jumantan meninggal dan di makamkan di Bondowoso bersebelahan
dengan makam Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma pada tahun 1325 H atau tahun
1904
Pangeran
Koesoemanegara/ Adji Darma tutup usia pada tanggal 17 Muharam 1348 H atau 25
Juni 1929 dan di makamkan di Bondowoso Jawa Timur.
Catatan :
H. Hendri Nindyanto,
SH : keturunan ke 4 dari Pangeran
Koesoemanegara / Adji Darma Bin Adji Madoera .
NB: Mohon apabila ada
yang mengetahui silsilah ini mohon di perbaiki atau hub kami di
dapoersosis@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar