DATU
BAGULUNG DENGAN GELAR NOOR MUHAMMAD
KELURAHAN
BELIMBING RAYA KECAMATAN MURUNG PUDAK
ISI
RIWAYAT SINGKAT
Datu
Bagulung dengan Gelar “ NOOR MUHAMMAD “ lahir diperkirakan sekitar tahun 1809
M. beliau berasal dari suku DAYAK Upau dan memeluk Ajaran Agama Islam setelah
berusia sekitar 25 tahun dengan seorang Ulama penduduk Belimbing ( sekarang
Kelurahan Belimbing ) yang namanya belum diketahui, Ulama tersebut setelah
mengislamkan DATU BAGULUNG langsung memberikan gelar kehormatan, yaitu NOOR
MUHAMMAD, pengertian Islamnya Datu Bagulung terebut atas cahaya atau petunjuk
agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Yaitu Agama Islam .
DATU
BAGULUNG sebagai latar belakang dari kesaktian yang dimilikinya, yaitu dalam
keadaan tertentu atau dalam keadaan luar biasa, terutama dalam beliau
menghadapi musuh-musuhnya, yaitu Serdadu Belanda dan orang-orang pribumi yang
bersengkongkol dengan Serdadu Belanda, dalam posisi beliau menyingkir dari
serangan musuh dengan satu gulingan ( bagulung ) mampu menyerang atau menyingkir
dari serangan dalam jarak yang cukup jauh.
Dalam
kancah Perang Banjar ( 1859-1865 ) terutama disektor pertahanan Tabalong,
beliau memegang peranan sebagai Panglima Perang Gerilya yang tugasnya memimpin
serangan gerilya terhadap kubu-kubu pertahanan Kompeni Belanda. Termasuk
serangan system gerilya terhadap Kapal-Kapal Kompeni Belanda yang mengangkut
Personil dan Logistik.
Dalam
mempersiapkan rencana Proklamasi 17 Agustus 1860. Datu Bagulung beberapa kali
menghadiri rapat koordinasi di Pedalaman Penghulu Rasyid di Habau, mengenai
rencana strategis pertahanan dan penyerangan, yang pada waktu itu pihak Kompeni
Belanda sedang melakukan tindakan-tindakan membabi buta disebabkab tidak
berhasil membujuk Pangeran Namin sebagai penguasa di Kelua melarikan diri bersama keluarga ke Hutan “
UNDAN “ dan langsung bertapa dan menggaib.
Peranan
“ DATU BAGULUNG “ yang dikenal dengan Datu Belimbing sangat menentukan dalam
persiapan Proklamsi 17 Agustus 1860 yang dikenal dengan pernyataan Perang
Antasari dengan Kompeni Belanda di Tanjung. Beliau ditugaskan untuk
mempersiapkan pasukan Gerilya untuk menyerang Kubu-kubu pertahanan Belanda
serta mencegat lalu lintas Kapal Angkutan Belanda yang pulang pergi
Amuntai-Tanjung.
Masjid
Raya Ash Shirathal Mustaqim Tanjung yang pada waktu itu hanya bernama “ MASJID
JAMIK “ Tanjung masih berlokasi di Pasar Tanjung yang sekarang (1825-1861)
tidak jauh dari masjid tersebut didirikan Banteng Pangeran Antasari. Didalam
Banteng tersebut dilaksanakan
latihan-latihan fisik prajurit, sedang didalam Masjid dilaksanakan
latihan-latihan kebathinan yang dipimpin oleh Penghulu Rasyid dan Datu
Bagulung.
Pada
hari jum’at tanggal 17 Agustus1860. Pangeran Antasari didampingi oleh Penghulu
Rasyid dan Datu Bagulung membacakan teks Pernyataan Perang dengan pihak Belanda
dan sekaligus mengibarkan Bendera Merah berlukiskan dua buah Keris bersilang
warna putih dihadapan semua prajurit dan rakyat di Tanjung. Mulai saat itu
pasukan disiagakan ditempat-tempat yang strategis, terutama dipinggir-pinggir Sungai
Tabalong antara lain di Tabur, perbatasan dengan wilayah Hsu. Di Sungai Rukam,
Sungai Hanyar,
Sungai
Buluh, Pamarangan, Puain dan lain-lain.
Beberapa
kali pihak pasukan Kompeni Belanda berusaha menerobos kubu-kubu pertahanan
pasukan Gerilya Antasari dimaksud, namun selalu mengalami pukulan yang
bertubi-tubi, dan kapal perangnya kembali ke Amuntai penuh dengan mayat serdadu
yang gugur. Kira-kira satu minggu kemudian, tepatnya pada tanggal 24 Agustus
1860 pihak Kompeni Belanda mengarahkan semua kekuatan dari Amuntai, dari
Kandangan dan lain-lain untuk memusatkan serangan ke Tanjung, sehingga pada
tanggal 25 Agustus 1860 terjadi pertempuran yang dahsyat antara pasukan
Pangeran Antasari melawan pasukan serdadu Belanda, dimana pihak “ DATU BAGULUNG
“ memainkan perannya sebagai prajurit yang sakti, sehingga dalam pertempuran
selama 3 hari 3 malam di Tanjung. Pihak Serdadu Belanda sebagian besarnya gugur
dan
tiap harinya kapal-kapal perang tersebut penuh
dengan mayat, sedang dipihak prajurit Antasri tercatat yang gugur
sebagai Syuhada adalah sebanyak 160 orang.
Seusai
perang Tanjung, yang dalam hal ini Kota Tanjung jatuh ke tangan Belanda, sedang
dari pihak Pangeran Antasari mempersiapkan lagi untuk perang di Mahe. Sedang
Datu Bagulung ( NOOR MUHAMMAD ) akhir tahun 1860 menjelang perang Mahe
berpulang ke Rahmatullah dan di makamkan di Belimbing ( sekarang Kelurahan
Belimbing ) kira-kira 1 klm, ke arah Utara.
----------ooo000ooo----------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar